Rabu, 22 April 2009

Teori Belajar dan Penerapannya dalam Pembelajaran

TEORI BELAJAR DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN

Salah satu tujuan mempelajari psikologi belajar adalah membantu guru-guru melihat hubungan antara teori dan praktik. Sepanjang sejarah pendidikan, pola pengajaran telah banyak mengalami perubahan. Guru-guru pada zaman dahulu mengulang-ulang pelajaran kepada siswa-siswa mereka karena adanya keyakinan bahwa cara terbaik untuk sukses adalah dengan mengulang-ulang. Ini merupakan prinsip teori¬-teori belajar tingkah laku (behavioral learning theories) yang mendominasi pikiran tentang pengajaran pada waktu itu. Siswa menghabiskan waktu mereka dengan menyalin ejaan kata-kata, informasi sejarah, rumus-rumus ilmu alam berulang-ulang sampai mereka dapat menguasai pelajaran tersebut. Kemudian, guru mulai mengubah cara mengajar mereka ketika mereka dikonfrontasi dengan pandangan yang berdasar pada penemuan penelitian bahwa mengulang bukanlah strategi belajar yang terbaik untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi.
Marilah kita identifikasi beberapa pandangan tentang belajar.

Saya percaya bahwa:
1. Siswa membutuhkan untuk dapat naik kelas, bintang kelas, nilai yang bagus, pujian dan dorongan-¬dorongan lain seperti motivasi untuk belajar dan mencapai apa yang menjadi syarat-syarat se¬kolah.
2. Siswa dapat dipercaya untuk menemukan tujuan mereka sendiri dan mempunyai pilihan terhadap mata pelajaran yang telah mereka pelajari di sekolah.
3. Guru ingin tahu apa yang siswa pikirkan selama menyelesaikan soal matematika.
4. Siswa sebaiknya dibagi-bagi sesuai dengan kemampuan masing-masing yang sama, di mana guru da¬pat mempersiapkan kelas
5. Siswa-siswa sebaiknya menge¬tahui kemampuan mereka sendiri dan menilai pekerjaan mereka sendiri.
6. Kurikulum sebaiknya diatur se¬suai dengan mata pelajaran yang diurut secara hati-hati.
7. Guru sebaiknya membantu siswa memonitor dan mengontrol ting¬kah laku belajar mereka sendiri.
8. Sekolah dengan pengalaman¬-pengalaman mereka sebaiknya membantu siswa untuk mengem¬bangkan hubungan yang positif dengan kelompoknya.
Sumber: Seaberg, 1974

Untuk sebagian besar pernyataan 1, 4, dan 6 akan didukung oleh ahli-ahli psikologi belajar tingkah laku (Be¬havioral Theories of Learning), pernyataan 3 dan 7 akan didukung oleh ahli-ahli psikologi belajar kognitif (Cognitive Theories of Learning), dan pernyataan 2, 5, dan 9 didukung oleh ahli-ahli psikologi belajar humanistik (Humanistic Theories of Learning).

A. Behavioral Theories of Learning
Aliran ini sering disebut Aliran Stimulus-Respon, ia melihat faktor-faktor lingkungan stimulus dan hasil tingkah laku dalam bentuk respons. Mereka mencoba untuk menggambarkan bahwa tingkah laku dikontrol oleh kemungkinan mendapat hadiah eksternal atau reinforcement (penguatan) yang ada hubungannya antara respons tingkah laku dan pengaruh hadiah. Guru yang setuju dengan teori tingkah laku mengasumsikan bahwa tingkah laku siswa merupakan suatu respons terhadap lingkungan yang lalu, sekarang, dan semua tingkah laku yang dipelajari.
B. Cognitive Theories of Learning
Berbeda dengan prospektif tingkah laku, ahli psikologi kognitif memusatkan perhatian pada siswa sebagai partisipan aktif dalarn proses belajar-mengajar. Yang percaya terhadap teori ini menyampaikan bahwa guru dapat lebih efektif mengajar jika dia tahu pengetahuan apa yang telah didapatkan siswa dan apa yang siswa pikirkan selama pengajaran. Lebih khusus lagi, pendekatan kognitif mencoba untuk mengerti bagaimana informasi yang kita berikan kepada siswa dapat diproses dan diatur dalarn ingatan individu siswa. Banyak ahli psikologi kognitif percaya bahwa guru-guru sebaiknya mengajar dengan cara-cara bagaimana menggunakan teknik¬-teknik atau strategi belajar agar dapat mengajar dengan lebih efektif. Weinstein dan Mayer (1985) menyatakan bahwa "pengajaran yang efektif' meliputi mengajar siswa, bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berpikir, dan bagaimana mereka memotivasi dirinya sendiri.

C. Humanistic Theories of Learning
Ahli psikologi humanistik berpandangan bahwa orang "merasa" sama pentingnya dengan orang bertingkah laku atau berpikir. Mereka menggambarkan tingkah laku sebagai perkembangan aktualisasi diri (self actualization) dari seseorang dengan bidang apa saja yang mereka pilih. Guru humanistik menekankan sesuatu yang kreatif pada lingkungan pendidikan yang membantu perkembangan diri, bekerja sama, dan berkomunikasi positif dengan siswa, karena percaya bahwa kondisi ini akan membantu siswa belajar lebih keras.
Seperti kita ketahui bahwa tidak ada satu pun teori yang sempurna. Semua mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Alasannya antara lain sebagai berikut.
1) Tidak ada satu pun teori tingkah laku, kognitif, dan huma¬nistik yang di dalamnya cocok bagi setiap individu, di mana mereka mempunyai sistem yang berbeda.
2) Tidak semua praktik pendidikan dilatarbelakangi oleh satu teori khusus. Baru-baru ini telah dicoba untuk diintegrasi¬kan berbagai orientasi yang menghubungkan metode kognitif-humanistik atau kognitif-tingkah laku.
3) Untuk dapat memahami berbagai teori, seseorang perlu belajar tentang bagaimana menggunakan ide-ide dari berbagai pandangan, karena setiap ahli teori mempunyai kekuatan dan kelemahan.
4) Tidak ada keharusan untuk memilih salah satu teori. Gunakanlah teori apa pun secara luwes atau flexible sesuai dengan situasi pada waktu itu.


A. TEORI BELAJAR TINGKAH LAKU (BEHAVIORISM)

1. E.L. Thorndike: Connectionism
Thorndike mengembangkan teorinya dari penelitian yang intensif pada binatang. Salah satu dari penelitiannya menggunakan kucing yang dia tempatkan di "puzzle box" kurungan kecil dengan pintu yang akan terbuka jika kucing menarik tali yang tergantung di dalam kurungan. Tugas kucing ialah keluar dari kurungan untuk mendapatkan makanan (hadiah) yang ditempatkan di luar kurungan. Mula-mula, kucing akan berjalan sekeliling kurungan, mencakar-cakar lantai, meloncat ke kiri-kanan hingga sampai pada gerakan yang tidak sengaja dia menarik tali pembuka pintu kurungan. Thorndike mengulang percobaan ini beberapa kali, kucing masih lari sekitar kandangnya, tetapi menarik tali lebih cepat. Setelah beberapa percobaan, kucing memusatkan tingkah lakunya di sekeliling tali, akhirnya menarik tali, pintu terbuka, dan mendapatkan makanan. Thorndike menerangkan proses belajar sebagai berikut: sesudah kucing mendapatkan respons yang benar dan mendapat hadiah, hubungan terjadi perlahan-lahan untuk memperkuat stimulus dan respons.
Dari belajar dengan binatang, Thorndike melihat bahwa ada unsur-unsur persamaan antara manusia dan binatang hanya pada manusia kemampuannya lebih tinggi. Dari percobaan ini, Thorndike mengambil kesimpulan bahwa belajar adalah pembentukan hubungan atau koneksi antara stimulus dan respons dan penyelesaian masalah (problem solv¬ing) yang dapat dilakukan dengan cara trial and error (coba-coba).
Pinsip belajar teori ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk hubungan antara S dan R yang akan menjadi semakin kuat dengan semakin seringnya R (respons) dilaksanakan terhadap S (stimulus). Dengan latihan berkali-kali hubungan S dan R makin kuat. Hubungan antara stimulus dan respons akan melemah bila latihan dihentikan atau bila hubungan neural (berhubungan dengan urat saraf) tidak ada. Dia juga mengatakan bahwa latihan tanpa hadiah tidak efektif. Hubungan diperkuat hanya oleh latihan yang mendapatkan hadiah.

2. Ivan Pavlov: Classical Conditioning
Ivan Pavlov (1849-1936) tidak sengaja sampai pada penemuan terhadap fenomena belajar selama praktik dengan anjing dalam laboratoriumnya. Pavlov mengidentifikasi makanan sebagai unconditioned stimulus (US) dan air liur sebagai un¬conditioned respons (UR) atau respons tak bersyarat. Uncon¬ditioned stimulus (US) atau perangsang tak bersyarat atau perangsang alami, yaitu perangsang yang secara alami dapat menimbulkan respons tertentu, misalnya makanan bagi anjing dapat menimbulkan air liur. Perangsang bersyarat atau conditioned stimulus (CS), yaitu perangsang yang secara alami tidak dapat menimbulkan respons tertentu, tetapi melalui proses persyaratan dapat menimbulkan respons tertentu, misalnya suara lonceng yang dapat menimbulkan keluarnya air liur. Respons bersyarat atau unconditioned respons (CR), yaitu respons yang ditimbulkan oleh perangsang bersyarat (bel).
Prosedur percobaan Pavlow dapat digambarkan sebagai berikut:
Sebelum conditioning
CS (bel) Tidak ada respons air liur
US (daging) UR (mengeluarkan air liur)

Selama conditioning
CS (bel) dan
+ UR (mengeluarkan air liur) US (daging)
US (daging)

Sesudah conditioning
CS (bel) CR (mengeluarkan air liur)

Dalam percobaan ini, dua hal yang perlu diperhatikan adalah: a. penyajian CS harus segera diikuti oleh US, dan (b) hal yang demikian dilakukan secara berulang-ulang (32 kali) sampai CR terbentuk.
Misalnya, anjing diberi makan bersama bunyi lonceng. Setelah hal demikian dilakukan berulang-ulang kurang lebih 32 kali, maka mendengar bunyi lonceng saja anjing telah mengeluarkan air liur.
Bila CR terhadap suatu CS telah terbentuk stimuli yang mirip CS menimbulkan CR juga. Makin mirip CS baru ini dengan CS yang menimbulkan CR, makin sempurna terjadi substitusi CS. Prinsip ini disebut generalisasi. Misalnya, suara lonceng diganti dengan suara lain, seperti suara sirene, anjing tetap mengeluarkan air liur.
Jika penyajian CS berulang-ulang tidak diikuti oleh penyajian US (tidak diberikan reinforcement), CR makin lama makin hilang. Penyajian CS berulang-ulang tanpa reinforce¬ment disebut extinction (ekstingsi). Misalnya, setiap kali dibunyikan lonceng tetapi tanpa disertai makanan (daging).

3. J.B. Watson: Conditioning Reflect
John B. Watson (1878-1958) menggunakan penemuan Pavlov sebagai suatu dasar untuk teori belajarnya. Watson percaya bahwa belajar adalah suatu proses dari conditioning reflect (respons) melalui pergantian dari satu stimulus kepada yang lain. Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi emosi, ketakutan, cinta, dan marah. Semua tingkah laku dikembangkan oleh pembentukan hubungan S-R baru melalui conditioning.
Watson menggunakan prinsip yang sama untuk menerang¬kan tingkah laku manusia. Anak yang semula tidak takut kepada tikus, kemudian menjadi takut.

Sebelum conditioning

CS Tidak ada respons
(Tidak takut tikus)
Unconditioning respons
(tikus)





US (suara keras) UR (takut, menangis)

Selama conditioning CS (tikus) diikuti UCS (suara keras) akan mem¬buat UCR (menangis)

Sesudah conditioning Conditioning
Conditioning Stimuli (CS) Respons (CR)



tikus takut, menangis `¬


4. B.F. Skinner: Operant Conditioning
Seperti Thorndike, Skinner memandang hadiah (reward) atau reinforcement (penguatan) sebagai unsur yang paling penting dalam proses belajar. Kita cenderung untuk belajar suatu respons jika segera diikuti oleh penguatan (reinforcement). Skinner memilih istilah reinforcement daripada reward karena reward diinterpretasikan sebagai tingkah laku subjektif yang dihubungkan dengan kesenangan, sedangkan reinforcement adalah istilah yang netral.
Skinner menambahkan bahwa masih ada bentuk tingkah laku lain yang dia sebut dengan tingkah laku operant, karena mereka secara sengaja terjadi pada lingkungan yang tampaknya tidak ada unconditioned stimuli, seperti makanan. Penemuan Skinner memusatkan hubungan antara tingkah laku dan konsekuen. Contoh, jika tingkah laku individu segera diikuti oleh konsekuensi menyenangkan, individu akan menggunakan tingkah laku itu lagi sesering mungkin. Menggunakan konsekuen yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam mengubah tingkah laku sering disebut sebagai operant conditioning (kondisioning operan).
Konsekuen menyenangkan akan memperkuat tingkah laku, sementara konsekuen yang tidak menyenangkan akan memperlemah tingkah laku. Jadi, konsekuen yang menyenangkan akan bertambah frekuensinya, sementara konsekuensi yang tidak menyenangkan akan berkurang fre¬kuensinya. Responsdent conditioning (kondisioning responden) mengidentifikasikan dua bentuk respons dalam proses belajar respondent conditioning dan operant condition¬ing. Responsdent merupakan tingkah laku yang timbul bila ada stimulus tertentu yang mendahuluinya. Responsdent diperoleh dengan stimuli khusus seperti bel pada Pavlov. Dalam teori classical condition¬ing, Pavlov menemukan bahwa seorang individu dapat belajar dengan memasangkan hubungan stimuli. Dalam situasi responsdent, seorang individu hanya belajar semata-mata karena mengalami keadaan pada waktu itu dengan merespons apa yang terjadi di sekitarnya. Responsdent conditioning terbentuk dengan penyampaian stimulus baru berulang-ulang dan berpasangan dengan stimulus yang biasa menimbulkan responsdent (contoh pada percobaan Pavlov: bel+daging---- CR).
Operant (perilaku diperkuat jika akibatnya menyenang¬kan, misalnya belajar giat jika mengakibatkan nilai bagus) merupakan tingkah laku yang ditimbulkan oleh organism itu sendiri. Operant belum tentu didahului oleh stimuli dari luar. Operant conditioning dikatakan telah terbentuk bila dalam frekuensi terjadi tingkah laku operant yang bertambah atau bila timbul tingkah laku operant yang tidak tampak sebelum¬nya. Frekuensi terjadinya tingkah laku operant ditentukan oleh akibat tingkah laku ini.
Percobaan Skinner dengan tikus akan memperjelas hal ini. Tikus dibuat lapar dengan asumsi karena dorongan lapar, maka timbul motivasi untuk berusaha keluar dan mencari makan. Tikus yang lapar di dalam kotak, mengadakan gerakan-gerakan tanpa sengaja menekan tonjolan. Banyaknya penekanan persatuan waktu dihitung sebagai tingkat oper¬ant penekanan sebelum terbentuk operant conditioning. Setelah tingkat operant diketahui, eksperimenter mengaktif¬kan alat pemberi makan, sehingga setiap kali tikus menekan tonjolan, segelintir makanan jatuh ke penampungan makanan. ¬Makanan memperkuat seringnya penekanan, dan kecepatan penekanan berkurang jika makanan tidak muncul; artinya operant respons mengalami extinction jika tidak mendapatkan reinforcement (makanan). Siswa-siswa di sekolah TK pada minggu pertama memperlihatkan sejumlah respons: berbicara dengan teman lain, menaruh perhatian kepada guru, berjalan-jalan di kelas, mengganggu teman lain, menarik rambutnya, dan sebagainya. Ketika guru mulai me-reinforce respons tertentu dengan tersenyum ketika siswa menaruh perhatian, beberapa respons mulai sering terjadi. Dari kemungkinan respons yang dapat diberikan dalam suatu situasi, beberapa respons menjadi lebih dominan daripada respons yang lain.
Jika disederhanakan, pembentukan tingkah laku dalam operant conditioning antara lain sebagai berikut. (1) Meng¬identifikasi hal-hal yang merupakan reinforcement bagi tingkah laku yang akan dibentuk itu. (2) Melakukan analisis untuk mengidentifikasi aspek-aspek kecil yang membentuk tingkah laku yang dimaksud. Aspek-aspek tadi diurut untuk menuju terbentuknya tingkah laku yang dimaksud. (3) Dengan mempergunakan secara urut aspek-aspek itu sebagai tujuan sementara, kemudian diidentifikasikan reinforcer untuk masing-masing aspek atau komponen itu. (4) Melakukan pembentukan tingkah laku dengan menggunakan urutan aspek-aspek yang telah disusun itu. Kalau aspek pertama telah dilakukan, maka hadiah atau reinforcer diberikan; ini meng¬akibatkan aspek itu sering dilakukan. Kalau ini sudah terbentuk, dilakukan aspek kedua dan diberi hadiah., demikian berulang-ulang sampai aspek kedua terbentuk dan demikian seterusnya terhadap aspek-aspek yang lain, sampai seluruh tingkah laku yang diharapkan akan terbentuk.
Operant conditioning (kondisioning operan), meskipun dekat dengan teori Thorndike daripada teori Pavlov, berbeda dari penjelasan Thorndike mengenai belajar. Thorndike berpendapat bahwa hadiah memperkuat ikatan yang ada antara stimulus dan respons, sedangkan Skinner berpendapat bahwa yang diperkuat bukan hubungan antara stimulus dan respons, tetapi kemungkinan bahwa respons yang sama akan terjadi lagi.
Dasar operant conditioning dalam pengajaran adalah untuk memastikan respons terhadap stimuli. Guru berperanan penting di kelas, dengan mengontrol langsung kegiatan belajar siswa. Mereka yang harus pertama-tama menentukan logika yang penting agar menyampaikan materi pelajaran dengan langkah-langkah yang pendek dan kemudian mencoba untuk memberikan reinforcement segera sesudah siswa merespons. Saran kepada guru, perbaikilah ke¬mampuan me-reinforce, mengembalikan, dan mendiskusikan pekerjaan siswa setelah diperiksa dan dinilai sesegera mungkin dan menanyakannya kepada siswa secara teratur dan memuji, memberi hadiah (me-reinforce) jawaban yang benar, melihat pekerjaan siswa dan mencoba me-reinforce semua tingkah laku yang menghasilkan perkembangan sikap yang baik terhadap belajar.


5. Prosedur Mengembangkan Tingkah Laku
Dalam menggunakan reinforcement untuk memperkuat tingkah laku, ada metode lain yang mempengaruhi pola-pola tingkah laku. Dua metode yang penting ialah shaping (membentuk tingkah laku) dan modeling (pemodelan).

5.1 Shaping
Sebagian besar apa yang dipelajari di sekolah adalah urutan tingkah laku yang kompleks, bukan sekadar respons yang sederhana. Tingkah laku yang kompleks dapat diajarkan melalui proses shaping atau menguatkan komponen-komponen respons final dalam usaha mengarahkan subjek kepada respons final tersebut. Bila guru membimbing siswa menuju pencapaian tujuan dengan memberikan reinforcement pada langkah-langkah menuju keberhasilan, maka guru itu menggunakan teknik yang disebut shaping. Reinforcement dan extinction merupakan alat untuk melakukan tercipta atau terbentuknya tingkah laku ope¬rant baru. Pertama-tama, pastikan tingkah laku akhir yang diinginkan, atau hasil akhir yang kita inginkan. Kemudian, buat analisis tugas. Langkah apa yang harus siswa capai untuk sampai pada tingkah laku akhir ini. Kemudian, reinforcer hanya diberikan pada tingkah laku yang makin lama makin mendekati tingkah laku akhir. Proses ini disebut shaping karena menyangkut pem¬bentukan respons tertentu dari respons yang bermacam¬-macam. Mula-mula, respons diberikan pada semua gerakan, kemudian hanya gerakan tertentu (misalnya jalan), kemudian hanya diberikan pada gerakan yang lebih khusus (berjalan ke arah tertentu) dan seterusnya.

5.2 Modeling
Modeling adalah suatu bentuk belajar yang dapat diterangkan secara tepat oleh classical conditioning maupun oleh operant conditioning. Dalam modeling, seorang individu belajar dengan menyaksikan tingkah laku orang lain (model). Banyak tingkah laku manusia yang dipelajari melalui modeling atau imitasi dan ini kadang-kadang disebut belajar dengan pengajaran langsung. Pola bahasa, gaya pakaian, dan musik dipelajari dengan mengamati tingkah laku orang lain. Model ing dapat terjadi segera.
Kita mungkin belajar meniru karena kita di-reinforced untuk melakukannya. Hampir sebagian besar anak mem¬punyai pengalaman belajar pertama termasuk reinforcement langsung dengan meniru model (orang tuanya). Hal yang biasa jika kita mendengar bahwa anak kita dengan bangga mengatakan, bahwa dia telah melakukan pekerjaan seperti ayah atau ibunya.
Modeling dapat juga terjadi tanpa reinforcement langsung. Bintang film di TV menawarkan kita untuk memakai hasil produk tertentu, dan Anda pun akan senang jika dapat menggunakan produk yang sama. Modeling dapat juga digunakan untuk mengajar ke¬terampilan akademik dan keterampilan motor. Ini terutama berguna ketika prosedur operant conditioning kurang efisien bahkan berbahaya. Misalnya, apakah Anda ingin belajar mengendarai mobil dengan pelatih yang menggunakan metode trial and error? Dalam mengajar dengan modeling,, pelatih mendemonstrasikan bagaimana melakukan suatu keterampilan; siswa mengobservasi tingkah laku pelatih dan meniru model atau guru.

6. Prosedur Mengontrol atau Menghilangkan Tingkah Laku
Berikut beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk mengontrol atau menghilangkan pola-pola tingkah laku siswa. Prosedur tersebut meliputi (1) reinforcing competing behaviors (memperkuat tingkah laku bersaing), (2) extinction (penghapusan), (3) satiation (pemuasan yang sempurna terhadap suatu keinginan), (4) changing the stimulus envi¬ronment (mengubah stimuli lingkungan), dan (5) punishment (hukuman) (Gardner, 1984).

6.1 Reinforcing Competing Behaviors
Kunci untuk mengubah tingkah laku yang tidak diinginkan, misalkan yang ditunjukkan Beckers et al. (1987). Sekelompok siswa SD memperlihatkan tingkah laku yang tidak diinginkan, yaitu menarik rambut, mengabaikan perintah guru, berkelahi, berjalan sekeliling kelas. Sesudah menerapkan aturan-aturan kelas kepada siswa, guru melupakan atau mengabaikan tingkah laku siswa yang mengacau, tetapi memuji tingkah laku siswa yang memberi kesempatan guru untuk mengajar. Dalam waktu yang singkat, social reinforcement untuk tingkah laku yang tepat mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan.

6.2 Extinction
Extinction ialah proses di mana suatu operant yang telah terbentuk tidak mendapat reinforcement lagi. Dalam teori Pavlov diterangkan bila penyajian CS berulang-ulang tidak diikuti oleh penyajian US (tidak adanya reinforcement), CR makin lama makin hilang. Misalnya, Budi selalu mengacungkan tangannya untuk menjawab pertanyaan guru, tetapi tidak pernah mendapat perhatian guru dan tidak pernah diminta untuk menjawab. Karena jengkel akhirnya ia tidak pernah mengacungkan tangannya lagi, walaupun dia dapat menjawab pertanyaan guru. Clarizio (1981) menggunakan extinction dengan modeling dan social reinforcement.
Seorang guru kelas dua menghadapi masalah dengan siswa yang selalu menjawab pertanyaan tanpa berpikir dan mengacungkan tangan. Guru mengatakan, "Saya akan menunjuk siswa-siswa yang hanya mengacungkan tangan saja untuk menjawab pertanya¬an saya", "Santi telah mengacungkan tangannya dan sekarang saya tunjuk untuk menjawab pertanyaan saya". Guru segera memperhatikan bahwa ternyata makin bertambah siswa¬-siswa yang mengacungkan tangannya. Juga siswa yang semula tidak berpartisipasi dalam diskusi kelas mulai mengacungkan tangan mereka sehingga lebih memberi kesempatan bagi mereka untuk memberikan pendapat dalam kelas.

6.3 Satiation
Metode lain untuk memperlemah tingkah laku ialah satiation, yaitu suatu prosedur yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu terus-menerus sampai lelah. Dalam teori Pavlow disebutkan, penyajian US yang terlampau banyak menyebabkan organisme sensitif, sehingga respons yang sama cenderung diulangi bila diberi stimulus baru. Seorang ayah yang mengetahui bahwa anaknya yang masih kecil sudah merokok maka dia memaksa anaknya untuk menghabiskan satu pak rokok. Ayah ini menggunakan satiation. Guru yang selama mengajar selalu diganggu oleh seorang siswa yang bersenandung, menyuruh siswa itu untuk terus bersenandung sampai siswa kelihatan lelah.

6.4 Mengubah Lingkungan Stimuli
Beberapa tingkah laku dapat dikontrol dengan mengubah kondisi stimulus yang dapat mempengaruhi tingkah laku. Jika siswa-siswa terganggu oleh suara-suara dari luar, pintu atau jendela kaca dapat ditutup. Jika guru memberikan soal-soal yang terlalu sulit sehingga siswa-siswa frustrasi, guru dapat menggantikan soal-soal dengan yang berkurang kesulitannya. Setiap prosedur ini dapat menjauhkan dari kejadian-¬kejadian tingkah laku yang tidak diinginkan dan memberi guru kesempatan untuk menyampaikan tingkah laku yang dinginkan yang dapat diperkuat (Gardner, 1984).

6.5 Hukuman
Penggunaan hukuman untuk memperlemah tingkah laku adalah suatu teknik yang seharusnya diterapkan secara bijak¬sana di kelas. Sebetulnya, hukuman tidak menghilangkan tingkah laku seperti dijelaskan dalam operant conditioning.
Stimulus yang tegang (aversive stimulus) dapat diberikan pada operant respons yang sedang terbentuk, yang sudah terbentuk, atau yang sedang dalam proses extinction. Jika hukuman berhenti, terjadi kenaikan operant sementara, kemudian mereka kembali. Jadi, hukuman tidak menghilang¬kan tingkah laku, tetapi hanya mencegah timbulnya tingkah laku. Agar hukuman efektif, hukuman harus cukup besar intensitasnya atau harus dilakukan dengan memperkuat. Clarizio (1981) menyatakan, "Hukuman mengingatkan siswa apa yang tidak boleh dilakukan." Hadiah (reward) adalah alternatif yang tepat untuk mengatakan kepada siswa apa yang telah dilakukan. Siswa yang selalu bertengkar dengan temannya diperintahkan untuk berdiri di pojok kelas yang kemudian diperkuat ketika menunjukkan tingkah laku kerja sama yang baik dengan teman-temannya. Hukuman dapat menekan tingkah laku yang tidak diinginkan dalam waktu singkat dan harus diikuti dengan reinforcement.


B. TEORI KOGNITIF
Ahli psikologi berpendapat bahwa prinsip teori tingkah laku hanya memberikan bagian dari pertanyaan tentang bagaimana kita belajar. Contoh, bagian tingkah laku yang paling baik kita ingat ialah kejadian-kejadian yang praktis dan sering kontradiksi dalam kehidupan kita sehari-hari. Mungkin kita mempunyai seorang teman yang mempunyai telepon dan setiap kita ingin menelepon, kita akan melihat nomor telepon teman kita. Walaupun kita sering memutar nomor teleponnya dan menikmati percakapan dengan dia, kita tidak belajar nomor telepon teman kita. Kita mungkin mengingat sesuatu cerita yang lucu atau mengingat suatu percakapan yang hanya terjadi sekali dan tidak dipraktikkan. Jadi, belajar tidak hanya mempraktikkan dan mendapat hadiah, tetapi lebih dari itu.
Ahli-ahli teori kognitif berpendapat bahwa belajar adalah hasil dari usaha kita untuk dapat mengerti dunia. Untuk melakukan ini, kita menggunakan semua alat mental kita. Caranya, kita berpikir tentang situasi, sama baiknya kita berpikir tentang kepercayaan, harapan, dan perasaan kita yang akan mempengaruhi bagaimana dan apa yang kita pelajari. Dua siswa mungkin dalam kelas yang sama, tetapi belajar dua pelajaran yang berbeda. Apa yang dipelajari setiap siswa tergantung pada apa yang diketahui dari masing-masing siswa dan bagaimana informasi baru diproses.
Pandangan kognitif melihat belajar sebagai sesuatu yang aktif. Mereka berinisiatif mencari pengalaman untuk belajar, mencari informasi untuk menyelesaikan masalah, mengatur kernbali dan mengorganisasi apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai pelajaran baru. Meskipun secara pasif dipengaruhi oleh lingkungan, orang akan aktif mernilih, memutuskan, mempraktikkan, memperhatikan, mengabaikan, dan membuat banyak respons lain untuk mengejar tujuan. Satu hal paling penting yang mempengaruhi dalam proses ini adalah apa yang individu pikirkan dalam situasi belajar. Ahli-ahli psikologi kognitif menjadi lebih berminat dalam peranan pengetahuan dalam belajar. Apa yang telah kita ketahui menentukan seberapa luasnya apa yang akan kita pelajari, yang kita ingat, dan yang kita lupakan.
Bransford (1989) menguraikan singkat tentang teori kognitif. Yang penting dalam hal ini ialah bagaimana orang belajar, mengerti dan mengingat informasi, dan mengapa beberapa orang dapat melakukan dengan baik dan yang lain tidak. Kenyataannya, ahli-ahli psikologi kognitif lebih cenderung menyelidiki aspek-aspek penting dalam belajar, seperti bagaimana orang dewasa mengingat informasi ver¬bal atau bagaimana anak-anak memahami cerita-cerita. Mereka tidak mencari hukum-hukum umum belajar yang menerapkan semua organisme (binatang, manusia) dalam semua situasi. Mereka lebih berminat dalam bentuk-bentuk belajar pada manusia yang dapat mengemukakan alasan dan menyelesaikan masalah, bahasa, dan sebagainya. Jadi, kita tidak dapat menyampaikan satu teori secara keseluruhan dan mengatakan bahwa ini adalah teori kognitif.
Teori belajar kognitif yang terpenting, adalah, information processing approach (pendekatan proses informasi) yang mempercayakan terutama kepada komputer sebagai model untuk belajar dan untuk ingatan manusia.

1. Sistem Pengolahan Informasi
Dunia penuh dengan informasi. Pemandangan, suara, bau, rasa, dan musik mengelilingi kita setiap waktu. Bagaimana kita menerima, memproses, dan mengingat informasi? Akhir-akhir ini kita telah diberi kesan oleh kemampuan komputer yang luar biasa untuk menyelesaikan masalah kompleks. Sesungguhnya bidang-bidang komputer tertentu dapat menunjukkan prestasi yang mengagumkan. Tetapi, bagaimanapun juga, kemampuan mental manusia yang kita anggap pasti benar bahwa komputer tidak dapat menyelesai¬kan dan mungkin tidak akan dapat menguasainya.
Contoh, seorang bayi dapat membedakan antara ibunya dan orang lain di dunia ini tanpa melihat atau memedulikan apa yang dipakai ibunya, ekspresi apa yang ditunjukkan ibunya, dan sebagainya. Seorang anak kecil untuk pertama kali dapat mengidentifikasikan bahwa itu seekor anjing, ketika dia melihat anjing. Mereka dapat mendeteksi perubahan suara dari ibu atau ayahnya yang sedang gembira, marah, sedih, atau takut, walaupun orang tuanya mencoba untuk menutupi perasaannya. Anak yang lebih dewasa belajar membaca buku-buku yang kompleks dan menemukan ide-ide yang penting bahkan jika ide itu tidak pernah dinyatakan. Mereka belajar menyelesaikan masalah di mana mereka belum pernah melihat sebelumnya, dan membuat kesimpulan buruk, benar atau salah.

Proses Pengolahan Informasi












2. Proses Informasi
Informasi secara tetap masuk pikiran kita melalui indra kita. Sebagian besar dari informasi ini segera kita buang tanpa kita sadari. Sedangkan beberapa disimpan dalam ingatan kita untuk beberapa saat, dan kemudian terlupakan. Contoh, mungkin kita mengingat nomor tempat duduk kita kalau kita menonton bioskop atau menonton pertandingan bulu tang¬kis sampai kita menemukan tempat duduk kita, kemudian kita akan melupakan nomor tersebut. Bagaimanapun juga, beberapa informasi akan tetap kita simpan bahkan kita simpan untuk selama-lamanya. Yang penting dalam pendidikan adalah memasukkan informasi yang berguna, keterampilan, dan sikap ke dalam pikiran siswa dengan cara apa pun, sehingga siswa dapat mengingat kembali pengetahuan yang telah mereka simpan jika mereka membutuhkan.
Ada dua implikasi pendidikan yang penting dari adanya kesan pancaindra atau sensory register. Pertama, orang harus menaruh perhatian pada informasi jika mereka ingin tetap mempertahankannya. Dan yang kedua, ini akan memerlukan waktu untuk membawa semua informasi yang dilihat untuk dimasukkan ke dalam kesadaran. Contoh, jika siswa-siswa suatu saat dijejali dengan begitu banyak informasi dan tidak diberi tahu aspek-aspek yang mana yang harus mereka perhatikan, mereka mungkin akan mempunyai kesulitan belajar dalam menyerap informasi itu.

3. Ingatan Jangka Pendek
lnformasi di mana seseorang merasa dan menaruh perhatian, ditransfer ke komponen kedua dari sistem ingatan yang disebut ingatan jangka pendek (short term memory). Ingatan Jangka pendek, yaitu suatu sistem penyimpanan sementara yang dapat menyimpan informasi secara terbatas. Ingatan jangka pendek ini adalah bagian dari ingatan, di mana informasi yang baru saja didapat disimpan. Pikiran memberi kesempatan kepada informasi untuk disimpan sebentar dalam ingatan jangka pendek kita. Jika kita berhenti berpikir tentang sesuatu, informasi itu akan hilang dari ingatan jangka pendek kita.
Informasi mungkin masuk ingatan jangka pendek dari sen¬sory registers (pusat penampungan kesan-kesan sensoris) atau dari komponen dasar sistem ingatan yang ketiga, yaitu ingatan jangka panjang (long term memory). Sering kedua hal itu terjadi bersamaan. Ketika kita melihat seekor burung merpati, sensory register kita mentransfer ke kesan burung merpati dalam ingatan jangka pendek. Sementara itu, kita mungkin (secara tidak sadar) mencari ke dalam ingatan jangka panjang untuk mencari informasi tentang burung-burung sehingga kita dapat mengidentifikasi binatang khusus ini sebagai seekor merpati. Bersama-sama dengan pengenalan burung merpati ini mungkin datang informasi-informasi lain yang banyak tentang burung merpati, misalnya, mengingat pengalaman yang lalu dengan burung merpati, perasaan dengan burung merpati. Semua disimpan dalam ingatan Jangka panjang, kecuali jika dibawa ke dalam kesadaran (ingatan jangka pendek) dengan proses mental kita dari melihat burung merpati.
Satu cara untuk menyimpan informasi ke dalam ingatan jangka pendek adalah berpikir tentang informasi itu atau mengatakan berulang-ulang. Anda mungkin pernah mengingat-ingat nomor telepon dalam waktu yang singkat dengan cara mengulang-ulang. Proses menentukan satu item dalam ingatan jangka pendek dengan mengulang-ulang disebut rehearsal (seolah-olah diputar-putarkan sendiri). Re¬hearsal penting dalam belajar karena item lebih lama tetap dalam ingatan jangka pendek, dan kesempatan lebih besar untuk ditransfer ke ingatan jangka panjang. Tanpa rehearsal, item mungkin tidak akan tetap dalam ingatan jangka pendek, kira-kira hanya 30 detik, karena ingatan jangka pendek mempunyai kapasitas terbatas. Informasi dapat juga hilang karena dipaksa keluar oleh informasi lain. Kita mungkin pernah melihat sederetan nomor mobil, kemudian diinterupsi oleh hal lain, kita menemukan bahwa kita telah lupa nomor mobil tersebut.
Kebutuhan untuk melatih (rehearsal) informasi baru adalah penting dalam pengajaran. Mengajar dengan begitu banyak informasi dan begitu cepat barangkali tidak efektif, karena selain siswa tidak diberi waktu untuk melatih mental terhadap setiap informasi baru, oleh siswa informasi-informasi ini kemudian barangkali diusir keluar dari ingatan jangka pendek mereka. Jika guru berhenti sebentar dalam mem¬berikan pelajaran dan kemudian menanyakan apakah mereka mempunyai pertanyaan, dia juga memberikan kesempatan sebentar kepada siswa untuk berpikir lebih serius apa yang baru saja dipelajari. Ini membantu siswa dalam memproses informasi dalam ingatan jangka pendek untuk mengembang¬kan informasi tersebut dalam ingatan jangka panjang, sebab mental akan bekerja keras jika siswa sedang belajar sesuatu yang baru dan sulit.
Ingatan jangka pendek hanya dapat atau mampu meng¬ingat lima sampai tujuh informasi (Miller, 1956). Ini berarti bahwa kita hanya dapat berpikir kira-kira lima sampai tujuh hal yang berbeda dalam waktu yang singkat.
Kapasitas ingatan jangka pendek yang terbatas adalah satu aspek dari proses informasi yang implikasinya penting untuk merencanakan dan mempraktikkan pengajaran. Coutoh, jika kapasitas ingatan jangka pendek terbatas berarti bahwa kita tidak dapat menyampaikan pelajaran kepada siswa dengan ide-ide yang banyak dalam waktu singkat, kecuali ide-ide itu telah terorganisasi dengan baik dan dihubungkan dengan informasi yang telah ada dalam ingatan jangka panjang siswa, di mana ingatan jangka pendek (dengan bantuan dari ingatan jangka panjang mereka) dapat menampung informasi¬-informasi tersebut.

4. Ingatan Jangka Panjang
Ingatan jangka panjang (long term memory) adalah bagian dari sistem ingatan kita di mana kita menyimpan informasi untuk jangka waktu yang lama. Ingatan jangka panjang diperkirakan mempunyai daya tampung yang tidak terbatas, baik dari segi jumlah informasi yang dapat disimpan maupun dari segi lama waktunya informasi akan disimpan. Kenyataan yang kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin tidak pernah lupa suatu informasi yang pernah kita dapat, sebaliknya kita mungkin kehilangan kemampuan untuk menemukan informasi dalam ingatan kita. Jika informasi¬-informasi yang kita butuhkan tidak dapat ditemukan, mungkin terjadi kesulitan dalam penggalian kembali. Kesulitannya mungkin karena gangguan dari informasi yang masuk ke dalam ingatan jangka panjang terhadap informasi yang telah disimpan di situ (terjadi interferensi) atau kita tidak dapat menggunakannya secara tepat bagaimana mencari informasi yang telah tersimpan. Informasi yang diambil dari ingatan jangka panjang mungkin dimasukkan kembali ke ingatan jangka pendek untuk digabungkan dengan informasi baru dan diolah di situ (working memory).
Faktor yang mempengaruhi ada¬lah, pertama elaboration (elaborasi). Elaboration adalah menambah arti dengan menghubungkan satu informasi baru dengan kumpulan-kumpulan yang lain atau dengan pengetahuan yang sudah ada. Hubungan terjadi ketika informasi baru digabungkan ke dalam kerangka kerja dan schemata (skema) yang proporsional. Kita sering melakukan ini secara otomatis. Satu paragraf yang sedang kita baca tentang sejarah misalnya, mengingatkan kita akan sesuatu yang pernah kita tahu tentang masa itu. Suatu adegan dari suatu film dihubungkan dengan pengalaman yang sama dalam kehidupan kita sen¬diri.
Faktor kedua yang dapat memperbaiki belajar ialah orga¬nization, yang dihubungkan dengan elaboration. Bahan mata pelajaran yang diorganisasi dengan baik lebih mudah untuk dipelajari dan diingat daripada informasi yang sepotong-¬sepotong dan sedikit.
Faktor ketiga yang mempengaruhi belajar dan mengingat adalah konteks (context). Secara jelas aspek-aspek tertentu dari konteks fisik dan emosi dari bahan pelajaran yang dipelajari bersamaan dengan informasi menjadi bagian dari kerangka kerja yang proporsional. Kemudian, jika kita men¬coba untuk mengingat informasi, belajar akan lebih mudah jika konteksnya sama. Ini telah ditunjukkan dalam labo¬ratorium dimana siswa-siswa belajar bahan mata pelajaran dalam kelas, kemudian mengambil tes di kelas yang sama bentuknya atau di kelas yang berbeda bentuknya. Siswa yang mengambil tes di kelas yang sama bentuknya dengan waktu dia belajar, prestasi mereka lebih baik. Jadi, lebih baik mengambil tes yang kondisinya sama dengan kelas tempat kita belajar, karena akan memperbaiki skor kita.
Sekali lagi ketika informasi telah masuk ke ingatan jangka panjang informasi, ini akan tampak menjadi tetap. Ini berarti bahwa sesuatu yang telah kita ingat untuk lebih dari beberapa menit tanpa aktif diungkit-ungkit kembali telah menjadi bagian dari ingatan jangka panjang kita. Tentu saja masalah¬nya adalah untuk menemukan informasi ketika informasi ini dibutuhkan. Ini membuktikan bahwa kapasitas atau ke¬mampuan ingatan jangka panjang tidak terbatas untuk semua tujuan-tujuan yang praktis. Secara teoretis, kita seharusnya dapat mengingat sebanyak mungkin yang kita inginkan. Bagaimana kita dapat menggunakan secara efisien kapasitas yang tidak terbatas ini untuk belajar dan mengingat? Tantangan yang utama adalah mengintegrasikan bahan baru yang kita inginkan untuk belajar ke dalam struktur apa yang ada dalam ingatan jangka panjang.

5. Implikasi Teori Kognitif dalam Strategi Mengajar
Guru-guru dapat membantu siswa untuk menaruh perhatian pada pelajaran. Ini penting untuk mengidentifikasi apa yang penting, sulit, atau sesuatu yang belum dikenal, membangkitkan kembali informasi yang telah dipelajari, dan memahami metode baru dengan menghubungkan materi itu dengan informasi yang telah ada dalam ingatan jangka panjang.

1) Memusatkan perhatian
Banyak faktor yang mempengaruhi perhatian siswa. Dalam permulaan pelajaran, guru dapat membuat kontak mata atau berbuat sesuatu yang mengejutkan siswa dengan maksud untuk menarik perhatian siswa. Seorang guru ilmu pengetahuan alam atau guru fisika dapat meniup balon sebelum pelajaran dimulai. Warna yang mencolok, penempatan kata yang tidak biasa, menggaris bawah, perubahan dalam nada suara, sinar, kejadian-kejadian yang tidak diharapkan, semua dapat digunakan untuk menarik perhatian siswa. Seorang guru mungkin dalam memper¬kenalkan pelajaran menggunakan pertanyaan yang membangkitkan minat, seperti "Apakah kamu ingin tahu apa yang menyebabkan petir?" Terakhir guru mungkin dapat membuat stimuli nonverbal dengan gerakan tubuh, mendemonstrasikan, dan menggambar. Siswa akan belajar lebih banyak karena guru dalam menyampaikan pelajaran sangat menarik dan mengasyikkan. Berikut ini ada beberapa saran untuk menarik perhatian siswa.
1) Katakan kepada siswa tujuan mata pelajaran yang Anda berikan.
2) Tunjukkan bagaimana belajar mata pelajaran yang nantinya berguna bagi siswa.
3) Tanyakan pada siswa mengapa mereka berpikir bahwa mata pelajaran ini penting bagi mereka.
4) Bangkitkan keingintahuan mereka dengan pertanyaan, seperti "Apa yang akan terjadi jika ...?"
5) Ciptakan suatu kejutan dengan mempertunjukkan suatu kejadian yang tidak diharapkan, seperti argumentasi yang keras sebelum komunikasi pelajaran.
6) Mengubah lingkungan fisik dengan mengatur kelas dan menciptakan situasi yang berbeda.
7) Pindahkan kesan siswa dengan memberikan suatu pe¬lajaran yang membuat siswa dapat menyentuh, men¬cium, atau merasakan.
8) Gunakan gerakan, sikap tubuh, dan perubahan nada suara dengan berjalan di antara siswa-siswa, berbicara pelan, dan kemudian lebih tegas.
9) Hindari tingkah laku yang mengacau seperti mengetuk-¬ngetuk meja dengan pensil atau menarik-narik rambut kita.

2) Mengidentifikasi apa yang penting, sulit, dan tidak biasa
Siswa sering memperhatikan dan belajar keras, tetapi mereka memusatkan pada metode yang salah. Mereka mungkin menghabiskan waktu belajar mereka dengan hal-¬hal yang tidak penting dan kehilangan pokok-pokok yang penting. Mereka mungkin berkonsentrasi pada materi yang telah mereka ketahui dan menghindari mengerjakan tugas-tugas yang sulit atau kurang dikenal. Beberapa siswa ada yang lebih baik dari yang lain dalam mempertimbang¬kan pelajaran mana yang penting setelah mereka betul-betul mengerti ide yang disampaikan guru.

3) Belajar dapat dipertinggi jika guru membantu siswa merasa betapa pentingnya informasi baru
Satu strategi untuk melakukan ini adalah membuat tujuan pelajaran sejelas mungkin. Jika siswa-siswa tahu apa yang diharapkan dari mereka untuk melakukan sesuatu dengan informasi, mereka akan lebih dapat memusatkan perhatian pada hal-hal yang penting.
Dalam pelajaran mengarang atau membuat grafik, hal-hal yang penting dapat ditandai dengan membuat huruf italic, diberi garis bawah, atau simbol-simbol seperti bintang. Dalam penyampaian pelajaran lisan, guru dapat memperjelas perbedaan dan persamaan ide-ide yang disampaikan dan memberikan contoh yang berbeda dari konsep-konsep yang diajarkan. Jika suatu ide baru membuat siswa bingung, guru harus memberi contoh dengan memperjelas perbedaan yang ada. Bagian pela¬jaran yang sulit harus diberi ekstraperhatian.

4) Membantu siswa mengingat kembali informasi yang telah dipelajari sebelumnya
Ahli-ahli teori kognitif berpendapat bahwa belajar adalah suatu integrasi atau gabungan antara informasi baru dan struktur kognitif yang ada. Sebelum integrasi dibuat, siswa harus dapat mengingat kembali informasi yang telah mereka ketahui. Belajar sebelumnya mungkin dalam bentuk konsep, definisi, dan hukum-hukum. Ketika siswa harus menguasai informasi baru, konsep, definisi, dan hukum-hukum ini sudah harus dikuasai. Strategi untuk membantu siswa mengingat kembali pelajaran yang sudah diberikan dapat berupa meninjau kembali secara singkat pelajaran yang sudah diberikan, atau mendiskusikan kata-kata kunci dalam pelajaran kosakata.

5) Membantu siswa memahami dan menghabungkan informasi
Mungkin satu-satunya metode terbaik untuk membantu siswa memahami pelajaran dan mengombinasikan informasi yang telah ada dengan informasi baru adalah membuat setiap pelajaran sedapat mungkin bermakna (meaningful). Pelajaran yang berarti itu sendiri artinya bukan suatu perubahan, dan pelajaran itu selalu ber¬hubungan dengan informasi atau konsep siswa yang telah ada. Pelajaran yang berarti disampaikan dalani per¬bendaharaan kata yang dapat dimengerti oleh siswa. Istilah baru dijelaskan melalui penggunaan kata dan ide-ide yang sudah dikenal. Pelajaran yang berarti umumnya ter¬organisasi dengan baik dan dengan jelas menghubungkan di antara unsur-unsur pelajaran yang berbeda. Akhirnya, pelajaran yang bermakna membuat wajar penggunaan informasi-informasi yang sudah ada untuk membantu siswa mengerti informasi baru dengan memberikan contoh atau analogi.

C. TEORI HUMANISM
Teori-teori belajar sejauh ini telah menekankan peranan lingkungan dan faktor-faktor kognitif dalam proses belajar¬Inengajar. Walaupun teori ini secara jelas menunjukkan bahwa belajar dipengaruhi oleh bagaimana siswa-siswa berpikir dan bertindak, teori-teori tersebut juga jelas jelas dipengaruhi dan diarahkan oleh arti pribadi dan perasaan-perasaan yang mereka ambil dari pengalaman belajar mereka.
Ahli-¬ahli teori humanistik menunjukkan bahwa (1) tingkah laku individu pada mulanya ditentukan oleh bagaimana mereka merasakan dirinya sendiri dan dunia sekitarnya, dan (2) individu bukanlah satu-satunya hasil dari lingkungan mereka seperti yang dikatakan oleh ahli teori tingkah laku, melainkan langsung dari dalam (internal), bebas memilih, dimotivasi oleh keinginan untuk aktualisasi diri (self-actualization) atau memenuhi potensi keunikan mereka sebagai manusia.
Dari perspektif humanistik, pendidik seharusnya mem¬perhatikan pendidikan lebih responsif terhadap kebutuhan kasih sayang (affective) siswa. Kebutuhan afektif ialah ke¬butuhan yang berhubungan dengan emosi, perasaan, nilai, sikap, predisposisi, dan moral (Beane, 1985/1986). Ke¬butuhan-kebutuhan ini diuraikan oleh Combs (1981) sebagai tujuan pendidikan humanistik, yaitu
1) menerima kebutuhan-kebutuhan dan tujuan siswa serta menciptakan pengalaman dan program untuk per¬kembangan keunikan potensi siswa,
2) memudahkan aktualisasi diri siswa dan perasaan diri mampu,
3) memperkuat perolehan keterampilan dasar (akademik, pribadi, antarpribadi, komunikasi dan ekonomi),
4) memutuskan pendidikan secara pribadi dan penerapannya,
5) mengenal pentingnya perasaan manusia, nilai, dan persepsi dalam proses pendidikan,
6) mengembangkan suasana belajar yang menantang dan bisa dimengerti, mendukung, menyenangkan, serta bebas dari ancaman, dan
7) mengembangkan siswa masalah ketulusan, respek dan menghargai orang lain, dan terampil dalam menyelesaikan konflik.

Untuk lebih mendalami prinsip-prinsip psikologi humanistik dan bagaimana menerapkannya dalam proses belajar, marilah kita meninjau pandangan ketiga pencetus teori ini, yaitu Arthur Combs, Abraham H. Maslow, dan Carl R. Rogers.

1. Arthur Combs
Arthur Combs et al. (1974) menjelaskan bagaimana persepsi ahli-ahli psikologi dalam memandang tingkah laku. Untuk mengerti tingkah laku manusia, yang penting adalah mengerti bagaimana dunia ini dilihat dari sudut pandangnya. ¬Pernyataan ini adalah salah satu dari pandangan humanistik mengenai perasaan, persepsi, kepercayaan, dan tujuan ¬tingkah laku inner (dari dalam) yang membuat orang berbeda dari orang lain. Untuk mengerti orang lain, yang penting adalah melihat dunia sebagai yang dia lihat, dan untuk menentukan bagaimana orang berpikir, merasa tentang dia atau tentang dunianya. Ahli psikologi menyatakan bahwa untuk mengubah ting¬kah laku seseorang harus mengubah persepsi individu. Combs menyatakan bahwa tingkah laku menyimpang adalah "akibat yang tidak ingin dilakukan, tetapi dia tahu bahwa dia harus melakukan".

2. Maslow
Maslow (1968) berpendapat bahwa ada hierarki kebutuhan manusia. Kebutuhan untuk tingkat yang paling rendah yaitu tingkat untuk bisa survive atau mempertahankan hidup dan rasa aman, dan ini adalah kebutuhan yang paling penhing. Tetapi jika manusia secara fisik terpenuhi kebutuhannya dan merasa aman, mereka akan distimuli untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dicintai dan kebutuhan akan harga diri dalam kelompok mereka sendiri. Jika kebutuhan ini terpenuhi orang akan kem¬bali mencari kebutuhan yang lebih tinggi lagi, prestasi intelektual, penghargaan estetis dan akhirnya self-actualiza¬tion.

3.Prinsip Belajar Humanistik Rogers
Carl Rogers (1969, 1983) adalah ahli psikologi humanistik Yang mempunyai ide-ide yang mempengaruhi pendidikan dan penerapannya. Pendekatan Rogers dapat dimengerti dari prinsip-prinsip penting belajar humanistik yang diidentifikasikan sebagai sentral dari filsafat pendidikannya.

1) Keinginan untuk belajar (The Desire to Learn)
Rogers percaya bahwa manusia secara wajar mempunyaj keinginan untuk belajar. Keinginan ini dapat mudah dilihat dengan memperhatikan keingintahuan yang sangat dari seorang anak ketika dia menjelajahi (meng-explore) lingkungannya. Keingintahuan anak yang sudah melekat atau sudah menjadi sifatnya untuk belajar adalah asumsi dasar yang penting untuk pendidikan humanistik. Dalam kelas yang menganut pandangan humanistik, anak diberi kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka, untuk mengikuti minat mereka yang tak bisa dihalangi, untuk menemukan diri mereka sendiri, serta apa yang penting dan berarti tentang dunia yang mengelilingi mereka. Orientasi ini sangat berlawanan dengan kelas tradisional, di mana guru atau kurikulum menentukan apa yang harus siswa pelajari.

2) Belajar secara signifikan (Significant Learning)
Dalam prinsip belajar humanistik yang kedua, Rogers telah mengidentifikasikan bahwa belajar secara signifikan terjadi ketika belajar dirasakan relevan terhadap kebutuhan dan tujuan siswa. Kita membicarakan pandangan Combs bahwa belajar dibagi dua proses yang meliputi perolehan dari informasi baru dan menurut selera siswa. Jika siswa belajar dengan baik dan paling cepat, humanis meng¬anggap ini adalah belajar secara signifikan.
Contoh dari jenis belajar ini tidak sulit untuk ditemukan. Pikiran siswa yang belajar dengan cepat untuk mengguna¬kan komputer agar bisa menikmati permainan, atau siswa yang cepat belajar untuk menghitung uang kembaliannya ketika membeli sesuatu. Kedua contoh tadi menunjukkan bahwa belajar mempunyai tujuan dan kenyataannya dimotivasi oleh kebutuhan untuk tahu.

3. Belajar tanpa ancaman (Learning without Threat)
Prinsip lain yang diidentifikasi oleh Rogers ialah bahwa belajar yang paling baik adalah memperoleh dan menguasai suatu lingkungan yang bebas dari ancaman. Proses belajar dipertinggi ketika siswa dapat menguji kemampuan mereka, mencoba pengalaman baru, bahkan membuat kesalahan tanpa mengalami sakit hati karena kritik dan celaan.

4) Belajar atas inisiatif sendiri (Self-initiated Learning)
Untuk teori humanistik, belajar akan paling signifikan dan meresap ketika belajar itu atas inisiatifnya sendiri, dan ketika belajar melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar sendiri. Dengan memilih pengarahan dari orang yang sedang belajar sendiri, akan memberi motivasi tinggi dan kesempatan kepada siswa untuk belajar bagaimana belajar. Penguasaan mata pelajaran tidak diragukan lagi penting¬nya, tetapi tidak lebih penting daripada kemampuan untuk menemukan sumber, merumuskan masalah, menguji hipotesis, dan menilai hasil. Belajar atas inisiatif sendiri dengan memusatkan perhatian siswa pada program belajar hasilnya amat baik.
Belajar atas inisiatif sendiri juga mengajar siswa untuk mandiri dan percaya diri. Ketika siswa belajar atas inisiatif¬nya, mereka mempunyai kesempatan untuk membuat pertimbangan, pemilihan, dan penilaian. Mereka lebih tergantung pada diri mereka sendiri dan kurang ter¬gantung pada penilaian orang lain. Dalam belajar atas inisiatif sendiri, belajar juga harus melibatkan semua aspek seseorang, kognitif, dan afektif.

5) Belajar dan berubah (Learning and Change)
Prinsip akhir bahwa Rogers telah mengidentifikasi bahwa belajar yang paling bermanfaat adalah belajar tentang proses belajar. Rogers mencatat bahwa siswa pada masa lalu belajar satu set fakta ilmu statistik dan ide-ide. Dunia menjadi lambat untuk berubah dan apa yang dipelajari di sekolah cukup untuk memenuhi tuntutan waktu. Sekarang, perubahan adalah fakta hidup. Pengetahuan berada dalam keadaan yang terus berubah secara konstan. Belajar seperti waktu yang lalu tidak cukup lama untuk me¬mungkinkan seseorang akan sukses dalam dunia modern. Apa yang dibutuhkan sekarang, menurut Rogers, adalah individu yang mampu belajar dalam lingkungan yang berubah.



Implikasi Pengajaran dari Sudut Pandang Rogers
Prinsip-prinsip belajar dan sifat-sifat guru yang telah Rogers identifikasikan sebagai pusat dari filsafat pendidikannya, dan telah dimasukkan ke dalam pendekatan, dia sebut sebagai pendidikan yang berpusat pada pribadi seseorang (person¬ centered education). Dia merasa bahwa pendekatan ini menghasilkan belajar yang akan lebih dalam dan dapat diperoleh lebih cepat dan meresap daripada belajar yang terjadi di bawah pendekatan kelas yang tradisional.
Rogers, seperti banyak pendidik humanistik yang lain, tidak begitu memperhatikan metodologi pengajaran. Ni1ai dari perencanaan kurikulum, keahlian ilmiah guru, atau peng¬gunaan teknologi tidak sepenting dalam memudahkan belajar, seperti respons perasaan siswa atau mutu dari interaksi antara siswa dan guru. Walaupun begitu, Rogers (1983) merasa bahwa ada strategi pengajaran tertentu dan metode yang membantu dalam mempromosikan belajar melalui teori humanistik.
Satu strategi yang disarankan Rogers adalah memberi siswa dengan berbagai macam sumber yang dapat mendukung dan membimbing pengalaman belajar mereka. Sumber-sumber dapat meliputi materi pengajaran yang biasa, seperti buku, bimbingan referensi, dan alat-alat bantuan listrik (misalnya kalkulator, komputer). Sumber dapat juga meliputi orang, seperti anggota masyarakat yang mempunyai suatu bidang minat atau ahli yang bersedia mengungkapkan pengalaman-pengalamannya kepada siswa. Guru-guru dapat juga sebagai sumber dengan pengetahuan dan pengalaman keterampilan yang tersedia untuk siswa jika diperlukan.
Strategi lain yang disarankan Rogers adalah peer tutoring - siswa yang mengajar siswa lain. Banyak bukti yang menujukkan bahwa pengalaman ini berguna untuk keduanya, siswa yang mengajar maupun yang diajar.
Akhirnya, Rogers adalah penganjur yang kuat pada penemuan dan penyelidikan, di mana siswa mencari jawaban terhadap pertanyaan yang riil, membuat penemuan autono¬mous (bebas), dan menjadi pencetus dalam belajar atas inisiatifnya sendiri.