Rabu, 22 April 2009

Guru dan Murid dalam Pembelajaran

GURU DAN MURID DALAM PEMBELAJARAN


A. Anak Didik dan Proses Belajar
Anak didik adalah subjek utama dalam pendidikan. Dialah yang belajar setiap saat. Belajar anak didik tidak mesti harus selalu berinteraksi dengan guru dalam proses interaksi edukatif. Dia bisa juga belajar mandiri tanpa harus menerima pelajaran dari guru di sekolah. Bagi anak didik, belajar seorang diri merupakan kegiatan yang dominan. Setelah pulang sekolah, anak didik harus belajar di rumah. Mereka mungkin menyusun jadwal belajar pada malam, pagi atau sore hari. Demikianlah, anak didik selalu belajar dengan jadwal belajar yang telah diprogramkan.

B. Setiap Anak Didik Berbeda
Jangankan dalam satu garis keturunan, dua anak lahir kembar pun terdapat perbedaan. Apalagi yang tidak ada hubungan keluarga. Oleh karena itulah, setiap anak didik berbeda.
Dulu persoalan perbedaan anak didik ini tidak mendapat tempat dalam pendidikan tradisional, namun dalam pendidikan modern masalah perbedaan individual anak ini mendapatkan perhatian yang proporsional. Dengan memperhatikan perbedaan individual anak, guru diharapkan tidak lagi mengulangi kesalahan-kesalahan dalam menilai anak didik sebagai pribadi. Kesalahan-kesalahan itu misalnya guru tidak mengindahkan perbedaan individual lalu lebih memfokuslan pelajarannya kepada anak-anak yang berkemampuan sedang, atau terlampau banyak memberi perhatian kepada anak-anak yang bodoh atau yang pandai saja, dan menjadikan dirinya sebagai ukuran bagi kesanggupan anak. (Witherington, 1986: 128).
Suharsimi Arikunto (1990: 3) melihat kepribadian anak didik itu mencakup aspek jasmani, agama, intelektual, sosial, etika, dan estetika. Keenam aspek di atas dimiliki oleh anak didik dalam kapasitas yang berbeda-beda. Karenanya, setiap anak didik punya keunikan sendiri-sendiri. Atas dasar keadaan yang demikian secara ideal perlakuan terhadap anak didik pun harus berbeda seutuhnya.
Abu Ahmadi (1991: 108) melihat ada beberapa persamaan dan perbedaan anak didik yang harus mendapatkan perhatian, yaitu pebedaan pada aspek kecerdasan (inteligensi), kecakapan, prestasi, bakat, sikap, kebiasaan, ciri-ciri jasmaniah, minat, cita-cita, kebutuhan, kepribadian, dan pola-pola atau tempo perkembangan, serta latar belakang lingkungan.
Kadar daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran bervariasi dengan tingkat keberhasilan mulai dari kurang, minimal, optimal, dan maksimal. Hal ini sebagai indikator bahwa penguasaan bahan pelajaran oleh anak didik bermacam-macam. Untuk meminimalkan tingkat perbedaan yang ekstrem ini, maka berikanlah waktu yang bervariasi dalam belajar anak didik. Dengan begitu, setiap anak didik dapat menguasai bahan pelajaran seluruhnya. Dan kesan ada anak pandai dan ada anak bodoh dapat dinetralisasi.
Dari berbagai perbedaan yang dikedepankan di atas, pembahasan berikut mencoba mengklasifikasikannya menjadi tiga aspek, yaitu perbedaan biologis, intelektual, dan psikologis.

1. Perbedaan Biologi
Di dunia ini tak seorang pun mempunyai jasmani yang persis lama meskipun dalam satu keturunan. Anak kembar dari satu telor pun mempunyai jasmani yang berbeda. Sehingga tak heran bila ada orang yang mengatakan bahwa anak kembar itu serupa tapi tak sama. Artinya, dalam hat-hal tertentu anak kembar memiliki kesamaan dan perbedaan. Entah itu jenis kelamin, bentuk tubuh, warna rambut, warna kulit, mata, dan sebagainya. Semua itu, adalah ciri-ciri individu anak didik yang dibawa sejak lahir.
Kesehatan anak didik adalah aspek lain yang patut mendapat perhatian dalam hal ini. Aspek terpenting mengenai hal ini adalah masalah kesehatan mata dan telinga yang berhubungan langsung dengan penerimaan bahan pelajaran di kelas. Orang tidak akan dapat melihat sesuatu bila matanya telah buta. Orang tidak akan dapat melihat sesuatu dengan jelas bila matanya mendapat cacat atau penyakit. Cacat atau penyakit mata itu misalnya myopi (rabun jauh), hypermetropi (rabun dekat), presbyopi (mata tua), xerophtalmin (rabun malam), trachoma (penyakit mata disebabkan oleh virus), juling conjungtivis (peradangan selaput mata, infeksi karena debu atau kotoran lain, sering terjadi di musim kemarau), buta warna (penyakit tidak dapat membedakan warna merah dengan hijau, biru dengan hijau, atau tidak dapat melihat warna sama sekali, dan penyakit ini menurun), katarak (penyakit karena lensa mata mengapur). Kemudian yang berhubungan dengan gangguan pendengaran, misalnya saluran liang telinga tersumbat oleh minyak telinga (serumen), ketegangan pada gendang telinga, tulang-tulang pendengaran terganggu, dan sebagainya. (Tuty dan Liliek, 1982: 141)
Aspek biologis ini tidak bisa dianggap sebagai aspek yang tidak penting. Karena hal ini menyangkut masalah pendirian gedung sekolah, pengaturan jadwal pelajaran, pengaturan tempat duduk, pengelompokkan anak didik di kelas dan sebagainya. Pengelolaan pengajaran yang hanya memperhatikan aspek mental anak didik dengan mengabaikan aspek biologis akan menyebabkan suasana belajar di kelas kurang kondusif. Kemungkinan suasana beiajar menjadi kaku, gaduh, dan merugikan anak didik.
Atas dasar pertimbangan aspek biologis di atas, guru dapat mengambil kebijakan dalam hal-hal berikut:
a. Pada Waktu Pendirian Gedung
Mendirikan gedung sekolah tidak semudah mendirikan kantor. Gedung sekolah merupakan tempat penting untuk menempa anak agar menjadi warga negara yang cerdas, memiliki pengetahuan dan keterampilan serta sikap seperti disebutkan dalam tujuan pendidikan nasional. Oleh karena pentingnya itulah, maka pendirian gedung sekolah harus mempertimbangkan keadaan subjek yang belajar, baik mengenai sifat umum maupun sifat¬sifat khusus, yang memberikan ciri perbedaan individual. Ukuran ruangan, ukuran pintu, jendela, serta penempatan harus dipertimbangkan melalui diskusi secara intensif.
b. Pada Waktu Mengatur Jadwal Kegiatan
Anak didik mempunyai sifat labil, banyak gerak, tidak tahan lapar dan sebagainya, yang semuanya perlu dipertimbangkan dalam mengatur jadwal kegiatan. Penggalan waktu belajar dan waktu beristirahat, pengaturan periode kerja kelompok dan sebagainya, harus mempertimbangkan kondisi-kondisi yang telah disebutkan.
c. Pada Waktu Guru Mengatur Tempat Duduk Anak Didik
Ukuran tubuh (tinggi-rendah) perlu diperhatikan, terutama bagi kelas-kelas rendah di sekolah dasar. Anak yang berbadan pendek disuruh duduk di depan agar tidak terhalangi oleh temannya yang berbadan tinggi dan besar. Di samping itu, guru juga harus mempertimbangkan keadaan kesehatan mata, telinga atau lain¬-lain kondisi.
d. Pada Waktu Mengatur Pengelompokan
Bagi anak-anak yang tergabung di dalam sebuah kelas, adakalanya perlu bekerja sama dalam satu kelompok. Untuk tugas yang menyangkut mengangkat benda, memanjat, mendorong dan lain¬-lain, pengaturan kelompok kerja perlu memperhatikan kekuatan fisik anak didik. Dalam hal yang demikian guru tidak hanya melihat pada besar kecilnya atau tinggi rendahnya tubuh anak, tetapi juga kekuatan dan kondisi lain serta keadaan kesehatan anak didik. Bila perlu guru dapat bekerja sama dengan dokter sekolah (kalau ada) atau dokter rumah sakit melalui jalur kerja sama dengan komite sekolah.
e. Pada Waktu Guru Melaksanakan Pelajaran
Ciri-ciri yang menunjukkan perbedaan individual anak didik seperti warna rambut, bentuk wajah, bentuk tubuh atau tanda-¬tanda tertentu lainnya di tubuh anak didik terkadang bisa disalahgunakan oleh orang lain atau anak didik lainnya atau guru. Sebaiknya guru jangan menyebutkan ciri-ciri seperti disebutkan di atas, karena akan menimbulkan konsep diri negatif pada anak tersebut. Anak sangat sensitif terhadap rangsangan sekecil apa pun. Anak didik yang berkulit hitam, misalnya dipanggil dengan sebutan "si hitam", terus menerus, akhirnya konsep hitam itu melekat dan menjadi bagian dari konsep diri anak itu. Orang lain akan memanggilnya si hitam, bukan memanggil nama anak yang sebenarnya, hasil tasmiyah pemberian orang tuanya. Hal itu akan menjadikan anak merasa terhina dan dia akan minder dengan sebutan itu. Anak merasa tidak diterima sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, guru sebaiknya memperhatikan perbedaan biologis (ciri-ciri anak pada aspek ini) dalam pengelolaan pengajaran maupun pengelolaan sekolah.

2. Perbedaan Intelektual
Intelektual merupakan salah satu aspek yang selalu aktual untuk dibicarakan dalam dunia pendidikan. Keaktualan itu dikarenakan inteligensi adalah unsur yang ikut mempengaruhi keberhasilan belajar anak didik. Bertahun-tahun lamanya para ahli psikologi pendidikan menerjunkan diri mereka hanya untuk menemukan konsep apa yang disebut inteligensi itu.
Sebagai hasil usaha yang telah dilakukan, akhirnya mereka pun menemukan konsep mereka masing-masing. Menurut ahli psikologi, yakni William Stern, inteligensi merupakan daya untuk menyesuaikan diri secara mudah dengan keadaan yang baru dengan menggunakan bahan-bahan pikiran yang ada menurut tujuannya. (Suharsimi, 1990: 96) Menurut Whitherington, (1984: 198) apa yang dikemukakan oleh dua orang ahli di atas menggambarkan bahwa seseorang dikatakan inteligen apabila orang yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan cepat tanpa mengalami suatu masalah. Itu berarti seseorang yang sukar beradaptasi dan banyak mengalami masalah dikatakan bahwa orang itu tidak inteligen. Konsep kedua ahli ini belum memberikan pemahaman lebih jauh mengenai inteligensi ini. Untuk memperdalam pemahaman tentang inteligensi tersebut konsep yang dikemukakan oleh J.P. Chaplin seperti dikutip Slameto (1988: 57) perlu ditelaah. J.P. Chaplin merumuskan pengertian inteligensi sebagai berikut.
a. The ability to meet and adapt to novel situations quickly and effectively.
b. Tha ability to utilize abstract concepts effectively.
c. The ability to grasp relationships and to learn quickly.
Jadi, inteligensi itu adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, kemampuan untuk menggunakan konsep yang abstrak secara efektif, dan kemampuan untuk memahami hubungan dan mempelajarinya dengan cepat.
Inteligensi mudah diketahui dengan melihat tingkah laku atau perbuatan seseorang dalam menghadapi persoalan. Seseorang yang dapat mengatasi setiap persoalan dengan cepat dan efektif pada situasi yang baru bisa dikatakan perbuatan inteligen. Kepraktisan inteligen memang dilihat dari perbuatan nyata. Dengan demikian, inteligen yang dinyatakan dalam perbuatan disebut inteligen praktis. Menurut William Stern, hal ini berbentuk kesanggupan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan keadaan menggunakan pikiran hingga tercapal tujuan yang dikehendaki. Misalnya, seseorang pelarian perang menggunakan kain putih untuk menutupi dirinya di padang pasir ketika pesawat musuh mengintainya. Dengan demikian, dia dapat menyelamatkan diri dari berondongan peluru musuh. (Mursal, 1981: 75.)
Inteligensi sebagai kemampuan yang bersifat bawaan, yang diwariskan dari pasangan suami-istri, akibat pertemuan sperma dan ovum, tidak semua orang memilikinya dalam kapasitas yang sama. Barangkali tidak bisa dipungkiri bahwa manusia memang mewarisi kapasitas untuk menjadi inteligen; untuk orang tertentu kapasitas itu diwarisi dalam batas yang tinggi, sedangkan orang yang lain mungkin dalam batas yang kurang tinggi. Jadi warisanlah yang memberikan kapasitas; tugas pendidikan - termasuk lingkungan - adalah menyediakan lingkungan yang kreatif demi perkembangan kapasitas yang diwarisi itu. (Whitherington, 1984: 202.)
Perbedaan individual dalam bidang intelektual ini perlu guru ketahui dan pahami, terutama dalam hubungannya dengan pengelompokan dengan anak yang kecerdasannya setingkat dengannya, tetapi perlu dimasukkan ke dalam kelompok anak yang cerdas. Dengan harapan agar anak yang kurang cerdas itu terpacu untuk lebih kreatif, ikut terlibat langsung dengan motivasi yang tinggi dalam bekerja sama dengan kawan-kawan sekelompok dengannya. Kepentingan lainnya agar guru dapat dengan mudah mengadakan pendekatan individual dengan anak didik untuk memberikan bimbingan bagaimana cara belajar yang baik.
Dalam pengelolaan pengajaran, aspek perbedaan intelektual ini perlu mendapatkan pertimbangan dari pengelola pendidikan dan pengajaran. Kesukaran menciptakan interaksi edukatif yang kondusif disebabkan ketidakpedulian guru terhadap perbedaan intelektual anak didik, dalam pengelolaan pengajaran. Oleh karena itu, guru tidak perlu berdalih dengan mengabaikan aspek perbedaan intelektual ini. Dengan mementingkan kepentingan diri sendiri dengan merugikan kepentingan anak didik.

3. Perbedaan Psikologis
Para ahli psikologi dan pendidikan dan bahkan semua orang berpendapat bahwa setiap anak manusia berbeda secara lahir maupun batin. Jangankan pada aspek biologis seperti telah dibahas pada bagian di depan, pada aspek psikologis pun anak manusia berbeda. Pendapat ini tidak dapat dibantah, karena memang demikianlah kenyataannya. Coba amati di lingkungan kehidupan masyarakat, anak manusia bukan hanya terdiri dari jenis kelamin pria dan wanita, tetapi juga terdiri dari berbagai kelompok umur, mulai dari anak-¬anak kecil, anak usia sekolah, anak remaja, pemuda, dan orang dewasa, termasuk para orang tua lanjut usia. Secara psikologis mereka-mereka itu mempunyai perbedaan dengan karakteristik mereka masing-masing. Ada yang mudah senyum, ada yang pemarah, ada yang berjiwa sosial, ada yang egois, ada yang cengeng, ada yang pemalas, ada yang bodoh, ada yang cerdas, ada yang rajin, ada yang pemurung dan sebagainya, yang semuanya itu dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan.
Di sekolah, perbedaan aspek psikologis ini tidak dapat dihindari, karena pembawaan dan lingkungan anak yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dalam pengelolaan pengajaran, aspek psikologis ini sering menjadi ajang persoalan, terutama yang menyangkut masalah minat dan perhatian anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Guru sadar bahwa bahan pelajaran yang dia berikan tidak dapat diserap semuanya oleh anak didik, apakah karena penyampaian guru yang kurang tepat atau karena anak didiknya sendiri yang kurang memperhatikan. Sepintas kilas perhatian anak didik terarah pada pembicaraan guru, pandangan dan anggota tubuhnya duduk dengan baik ketika guru sedang menjelaskan bahan pelajaran. Namun di waktu lain perhatian anak didik sudah berkurang. Anak didik yang duduk dengan rapi dan diam, tidak dapat dipastikan bahwa anak didik memperhatikan semua penjelasan guru. Bisa saja pandangan mata anak didik terarah pada gerak, sikap, dan gaya mengajar guru, tetapi sebenarnya alam pikirannya terarah pada persoalan lain yang lebih menarik minat dan perhatiannya. Sehingga tidak jarang anak didik terkejut ketika ada orang lain atau sesuatu yang mengejutkannya.
Persoalan psikologis ini memang sangat kompleks. Sebab menyangkut apa yang ada di dalam jiwa dan perasaan anak didik. Kata orang, dalamnya laut bisa diduga dalamnya hati siapa yang tahu. Artinya, orang dapat mengukur kedalaman laut dengan mempergunakan alat pengukur kedalaman laut. Tetapi dapatkah orang mengukur (menebak) apa yang sedang bergejolak di dalam diri seseorang? Sebab apa yang terlihat itu belum tentu menggambarkan kata jiwa atau apa yang ada di dalam hati seseorang.
Meski ada kesulitan dalam memahami fenomena jiwa anak didik, namun bukan berarti tidak ada cara lain untuk memahaminya, meski tidak seluruhnya. Paling tidak tindakan yang dapat guru lakukan adalah mengadakan pendekatan kepada anak didik secara pribadi. Dengan cara ini, hubungan guru dengan anak didik menjadi akrab dan guru dapat mengenal siapa anak didik sebagai individu.
Bila anak didik selalu ingin dekat dengan guru, maka tidaklah sukar bagi guru untuk memberikan bimbingan dan motivasi agar anak didik lebih giat belajar, baik di sekolah maupun di rumah. Minat tidak timbul begitu saja dengan sendirinya, tetapi bersangkut paut dengan persoalan kebutuhan. Oleh karena itu, bagaimana guru memberikan motivasi dengan memanfaatkan kebutuhan anak didik agar dia berminat untuk belajar. Sebaliknya, guru bisa memanfaatkan minat anak sebagai alat motivasi. Bila anak didik berminat terhadap mata pelajaran tertentu, dia akan memperhatikannya dalam jangka waktu tertentu. Minat adalah perhatian yang mengandung unsur¬unsur perasaan. (Mursal, 1981: 100). Minat adalah kesadaran seseorang, bahwa suatu objek, seseorang atau suatu soal atau suatu situasi mengandung sangkut paut dengan dirinya. (Whitherington, 1984: 135) Minat merupakan sebab serta akibat dari perhatian.
Perhatian penting dalam belajar. Mengamati atau melihat adalah aktivitas yang menjurus ke arah perhatian. Sekali waktu anak didik harus melihat papan tulis, mengamati gambar, memperhatikan guru, mengamati tulisan di buku, mendengarkan apa yang guru ucapkan, dan sebagainya. Bukan melihat keluar jika anak ingin belajar dengan baik. Untuk itu, anak harus diberikan rangsangan yang dapat mempengaruhi kelakuannya agar terus memperhatikan pelajaran. (Nasution, 1987: 180.)
Suasana kelas yang kondusif adalah kondisi kelas yang dapat memberikan layanan yang terbaik bagi belajar anak didik. Kelas adalah sebuah dinamika yang setiap waktu berubah. Perubahan suasana kelas akan mempengaruhi psikologis anak. Suasana kelas yang sejuk, aman, tenang, dan bersih akan memberikan kenyamanan bagi belajar anak. Suasana belajar di pagi hari cenderung memberikan kemudahan bagi anak didik dalam menerima pelajaran dari guru. Sedangkan pada siang hari anak didik cenderung susah menerima pelajaran dari guru. Kelelahan adalah penyebab utama disebabkan anak didik kurang gerak dan duduk berlama-lama di kursi dengan dijejali sejumlah mata pelajaran yang mudah dan yang sukar.
Perbedaan psikologis ini dapat dimanfaatkan oleh guru dalam pengelolaan kelas. Penempatan anak di tempat duduk dan pengelompokan mereka tidak bisa semuanya. Ada strategi tertentu yang dipertimbangkan. Ada dua orang anak didik yang sama-sama gemar berbicara jangan ditempatkan dalam satu meja. Mereka berdua harus dipisahkan untuk meminimalkan kegaduhan kelas. Anak yang kurang cerdas sebaiknya dimasukkan ke dalam kelompok anak yang cerdas agar anak yang kurang cerdas itu terpacu untuk giat belajar. Anak yang minder sebaiknya dikelompokkan ke dalam kelompok anak yang dapat memberikan pandangan tentang optimisme dalam menghadapi kekurangan dengan mengandalkan kelebihan diri, dan sebagainya.

C. Belajar Berdasarkan Prinsip Tertentu
Telah dipahami bahwa belajar adalah berubah. Berubah berarti belajar, tidak berubah berarti tidak belajar. Itulah sebabnya hakikat belajar adalah perubahan. Tetapi tidak semua perubahan berarti belajar. Agar setelah melakukan kegiatan belajar didapatkan hasil yang efektif dan efisien tentu saja diperlukan prinsip-prinsip belajar tertentu yang dapat melapangkan jalan ke arah keberhasilan belajar. Oleh karena itulah, beberapa prinsip belajar berikut ini perlu ditelaah dengan saksama untuk mendapatkan pengertian yang mendalam sehingga dapat menerangkan ke dalam kegiatan belajar baik di rumah maupun di sekolah.

1. Prinsip Bertolak dari Motivasi
Motivasi untuk belajar adalah penting dalam melakukan kegiatan belajar. Motivasi merupakan pendorong yang dapat melahirkan kegiatan bagi seseorang. Seseorang yang bersemangat untuk menyelesaikan suatu kegiatan karena ada motivasi yang kuat dalam dirinya. Motivasi sebagai suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk suatu kegiatan nyata untuk mencapai tujuan tertentu.
Seseorang yang ingin mendapatkan yang tinggi di sekolah adalah sebagai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang telah dicita¬-citakan itu menjadi alat motivasi yang melahirkan kegiatan bagi orang itu untuk mencapainya dengan sekuat tenaga dan pikiran.
Siapa pun tidak menyangkal bahwa tanpa motivasi, seseorang tidak akan melakukan kegiatan belajar. Minat tanpa motivasi hanyalah sekadar berminat, tetapi belum tentu berbuat. Misalnya, seseorang yang berminat untuk menulis. Minatnya untuk menulis sudah ada, tetapi belum berbuat, karena belum ada motivasi yang mendorongnya untuk berbuat. Boleh jadi minatnya untuk menulis itu diurungkannya dan dilakukannya di hari lain, tiga minggu lagi, atau menunggu bulan depan. Seandainya minat itu berbarengan dengan motivasi, maka dalam waktu yang relatif dekat dia segera melakukan perbuatan menulis itu. Oleh karena itu, tepatlah bila para ahli menjadikan minat sebagai alat motivasi yang bersifat menetap dalam diri seseorang. Minat adalah perhatian yang mengandung unsur-unsur perasaan. Sedangkan motivasi menurut Mc. Donald adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya felling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Perubahan energi dalam diri seseorang itu berbentuk suatu aktivitas nyata berupa kegiatan fisik. Karena seseorang mempunyai tujuan tertentu dari aktivitasnya, maka seseorang rnempunyai motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan segala upaya yang dapat ia lakukan untuk mencapainya.
Motivasi merupakan faktor menentukan dan berfungsi menimbulkan, mendasari, dan mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan. Sebaliknya, mereka yang motivasinya lemah, tampak acuh tak acuh, mudah putus asa, perhatiannya tidak tertuju pada pelajaran, suka mengganggu kelas, sering meninggalkan pelajaran, akibatnya banyak mengalami kesulitan belajar. Akhirnya, motivasi mempunyai arti yang sangat penting dalam belajar. Fungsi motivasi yang terpenting adalah sebagai pendorong timbulnya aktivitas, sebagai pengarah, dan sebagai penggerak untuk melakukan suatu pekerjaan.
2. Prinsip Pemusatan Perhatian
Dalam belajar diperlukan pemusatan perhatian. Tanpa ini perbuatan belajar akan menghasilkan kesia-siaan. Ketidakmampuan seseorang berkonsentrasi dalam belajar disebabkan buyarnya perhatian terhadap suatu objek. Hal inilah yang tidak diinginkan oleh siapa pun yang sedang belajar. Apalah artinya membaca buku berlama-lama, namun akhirnya apa yang diinginkan dari buku yang dibaca itu tidak didapatkan setelah selesai melakukan kegiatan belajar. Kemalasan pun akhirnya hadir sebagai gejala jiwa yang memberontak pada diri sendiri yang tidak mampu memusatkan perhatian dalam belajar.
Cukup banyak orang yang mengeluh akibat tidak mampu memusatkan perhatian, padahal bahan pelajaran yang harus dikuasai sangat banyak. Ingin belajar ada gangguan. Kalaupun dapat berkonsentrasi hanyalah dalam waktu yang relatif sangat sedikit. Tetapi hal ini masih untung, karena masih ada orang lain yang tidak mampu memusatkan perhatian walaupun sebentar.
Kini perlu disadari betapa penting pemusatan perhatian dalam belajar. Tanpa pernusatan perhatian, motivasi yang besar pun tidak akan banyak dapat berbuat untuk membantu mengatasinya. Kekayaan, juga tidak ada artinya. Kecewa dan selalu kecewa bukanlah jalan yang terbaik.
Akhirnya, konsentrasi (pemusatan perhatian) adalah pemusatan fungsi jiwa terhadap sesuatu masalah atau objek dengan mengosongkan pikiran dari hal-hal lain, yang dianggap mengganggu.

3. Prinsip Pengambilan Pengertian Pokok
Belajar yang berhasil adalah ditandai tersimpannya sejumlah kesan di dalam otak. Agar sebagian besar kesan-kesan itu dapat tersimpan di dalam otak adalah tidak mudah. Membaca berjam-jam belum tentu mendapatkan sejumlah kesan sesuai dengan keinginan. Cukup banyak orang yang membaca buku yang cukup tebal halamannya, tetapi sangat sedikit kesan yang tersimpan dalam otak setelah selesai membaca buku.
Agar kesan yang tersimpan di dalam otak dalam jumlah yang banyak diperlukan cara yang akurat dalam mencari pokok pikiran dalam sebuah paragraf. Pokok pikiran itulah yang disebut kata kunci yang merupakan pokok persoalan yang dibahas secara panjang lebar dalam sebuah paragraf. Kata kunci itulah yang hares dicari ketika sedang membaca sebuah buku. Dengan pengambilan kata kunci itu akan Iebih mudah mengingat apa yang telah dibaca. Dengan hanya mengingat-ingat pengertian pokok itu berarti meringankan beban otak untuk menyimpan kesan. Setiap alinea atau paragraf dalam buku selalu ada pokok pikiran (kata kunci) yang menjadi inti pembahasan. Pokok pikiran itu dinamakan "topik". Topik itulah yang dikembangkan menjadi sebuah paragraf. Pengambilan pengertian pokok mempercepat penguasaan bahan yang telah dipelajari.

4. Prinsip Pengulangan
Belajar bukanlah berproses dalam kehampaan, tetapi berproses dengan penuh makna. Dan hasil proses itu ada sejumlah kesan yang diharapkan tersimpan dalam pikiran. Biasanya kesan-kesan yang telah didapat dari belajar itu tersimpan dengan rapi dalam komputer otak, tetapi tidak akan dapat bertahan lebih lama di alam sadar. Lama kelamaan kesan-kesan itu akan tersimpan di alam bawah sadar, dikarenakan (kemungkinan) sangat jarang dipergunakan. Kesan¬-kesan yang lama sekali tidak dipergunakan akan sukar untuk memunculkannya ke alam sadar. Walaupun dengan bantuan reproduksi atau proses asosiasi. Oleh karena itu, kesan-kesan sebagai hasil belajar bukanlah hilang begitu saja, tetapi tersimpan di alam bawah sadar.
Agar kesan-kesan itu mudah diangkat ke alam sadar diperlukan frekuensi pengulangan dengan memanfaatkan kesan-kesan berupa ilmu pengetahuan itu, sesering mungkin. Artinya ilmu pengetahuan yang didapat dari hasil belajar harus dimanfaatkan untuk menjawab berbagai permasalahan kehidupan, bukan membiarkannya mengisi otak tanpa arti. Banyak sudah ilmu pengetahuan yang didapat dari hasil belajar, tetapi dirasakan tidak memilikinya atau terlupakan. Pelajaran hari ini sudah dikuasai, tetapi selang beberapa minggu sudah hilang. Besok pelajaran yang baru juga sudah dikuasai, tetapi setelah beberapa minggu juga terlupakan. Begitulah seterusnya. Masuk ilmu pengetahuan yang baru bergabung dengan ilmu pengetahuan yang lama di dalam otak. Kesan-kesan itu berdesak-desakan. Kesan¬-kesan yang lama akan terdesak oleh kesan-kesan yang baru. Kesan¬-kesan yang lama karena terdesak oleh kesan-kesan yang baru, maka terdorong ke alam ambang sadar, dan akhirnya mengendap ke alam bawah sadar. Ilmu pengetahuan yang mengendap di alam bawah sadar itulah yang menyebabkan seseorang lupa.
5. Prinsip Yakin Akan Kegunaan
Malas adalah fenomena jiwa yang tidak mau bekerja atau mengerjakan sesuatu. Malas bisa juga berarti tidak suka atau tidak bernafsu. Bermalas-malas berarti duduk (tiduran dan sebagainya) tanpa berbuat sesuatu (berlengah-lengah). Malas adalah sifat yang tidak kreatif. Malas itu tidak baik. Oleh karena itu, rajin pangkal pandai dan malas pangkal bodoh merupakan ungkapan yang sarat dengan muatan moral. Malas harus disingkirkan jauh-jauh dari dalam diri, sehingga rajin belajar. Salah satu penyebab orang malas belajar adalah karena orang tidak tahu atau tidak yakin akan kegunaan ilmu pengetahuan.
Suatu mata pelajaran untuk orang-orang tertentu malas mempelajarinya, karena tidak sesuai dengan jurusan atau profesinya. Untuk, apa mempelajari hal ini atau hal itu karena tidak ada gunanya. Membuang¬-buang waktu saja.
Ilmu pengetahuan itu sebenarnya merupakan mata rantai yang tak terpisahkan. Kegunaan ilmu pengetahuan itu bersifat timbal balik. Kegunaannya cenderung bersifat kasuistik. Kegunaan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari itu bisa dalam konteks kekinian dan jauh ke depan.
Berpikir positif dalam menilai ilmu pengetahuan adalah penting, sehingga tidak mengganggu ilmu pengetahuan sebagai suatu hal yang sia-sia. Kesalahan menilai ilmu pengetahuan disebabkan jiwa terjebak fasimisme keilmuan. Sifat yang demikian itulah yang dibuang jauh-jauh para pejuang clan pencari ilmu. Motivasi keilmuan pun tak terbendung untuk mencari berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
6. Prinsip Pengendapan
Belajar terus menerus selama berjam-jam adalah suatu kegiatan belajar yang kurang menguntungkan. Karena terlalu lama belajar tanpa istirahat akan menimbulkan kelelahan. Konsentrasi belajar pun akhirnya terpecah-pecah. Yang sudah dibaca berlalu begitu saja melewati tempat penampungan kesan. Rasa kantuk yang menyelinap di sela-sela membaca sebagal pertanda kelelahan. Itu artinya jiwa raga tidak slap lagi untuk menerima pengalaman baru. Istirahat beberapa menit merupakan kebijakan terbaik untuk memulihkan kesegaran jiwa-raga.
Selama belajar perlu juga ada istirahat untuk pengendapan terhadap sejumlah kesan yang sudah diterima dari kegiatan membaca buku. Satu pokok bahasan sudah habis dibaca diperlukan istirahat sesaat untuk pengendapan kesan-kesan guna mendapatkan pengertian dari apa yang telah dibaca. Menghubungkan apa yang telah dipelajari dengan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki adalah penting, agar ilmu pengetahuan yang telah dimiliki itu tidak berkotak-kotak, tetapi dirasakan saling berhubungan. Juga agar sejumlah kesan yang telah didapat tidak berdesak-desakan, sehingga tidak mudah terlupakan. Dengan begitu, maka waktu, tenaga, dan pikiran tak terbuang dengan percuma.
Belajar tidak perlu diproses habis-habisan tanpa mengenal lelah. Lima belas menit atau setengah jam istirahat lebih baik. sehingga sejumlah kesan yang telah didapat dengan mudah diorganisir di dalam otak. Bila pengertian telah didapat terhadap apa yang telah dipelajari, dapat dilanjutkan ke bahan bacaan yang lain. Dernikianlah, betapa besar peranan istirahat pegendapan untuk mendapatkan pengertian dari apa yang telah dipelajari.
Akhirnya, istirahat pengendapan ibarat air keruh yang diendapkan untuk mendapatkan air yang jernih, sejernih kesan-kesan yang diendapkan ketika belajar. Oleh karena itu, kejernihan pengertian dari sejumlah kesan yang didapat dari kegiatan belajar merupakan ilmu pengetahuan yang tak ternilai harganya.
7. Prinsip Pengutaraan Kembali Hasil Belajar
Strategi yang jitu untuk mengingat kembali kesan-kesan yang baru didapatkan dari kegiatan belajar adalah dengan cara mengutarakan kembali hasil belajar. Cara mengutarakannya adalah dengan memakai kata-kata sendiri dengan mengambil pokok pikiran dari apa yang telah dibaca itu sebagai landasan berpijak, ingat prinsip pengambilan pengertian pokok yang telah dibahas di depan. Utarakanlah kesan¬-kesan itu menurut gaya bahasa sendiri dan tidak perlu menghafal kata demi kata atau kalimat demi kalimat seperti yang terdapat di dalam buku yang baru selesai dibaca itu.
Pengutaraan kesan harus dihubungkan dengan ilmu pengetahuan yang sudah dimiliki sehingga ilmu pengetahuan yang dipunyai lebih hidup dan selalu ada dalam alam sadar. Begitulah usaha untuk mempertahankan ilmu pengetahuan agar tidak mudah terlupakan dari ingatan. Oieh karena itu, membaca dan asal membaca adalah mudah, tetapi membaca dalam arti belajar adalah kegiatan yang memerlukan kesiapan jiwa-raga dengan pengertian dan konsentrasi yang tinggi.
8. Prinsip Pemanfaatan Hasil Belajar
Pemanfaatan hasil belajar adalah cara lain untuk mempertahankan ilmu pengetahuan yang telah diterima dari kegiatan belajar. Pemanfaatan, basil belajar ini bisa dengan cara mempelajari hal-hal yang lain atau membaginya kepada teman yang memerlukannya. Suatu tindakan yang kurang bijaksana adalah menyimpan ilmu pengetahuan dan tidak membagikannya kepada orang lain yang memerlukan. Sekali waktu mungkin ada orang yang tidak mengerti suatu masalah dan dia mengharapkan bantuan agar masalah yang dihadapinya dapat terpecahkan. Kesempatan itu terus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengamalkan ilmu pengetahuan yang telah didapat. Dengan cara itu, ilmu pengetahuan yang telah dikuasai tidak mudah terlupakan. Malahan ilmu pengetahuan itu mudah direproduksi untuk memberikan tanggapan atas masalah yang timbul. Cara lainnya lagi dalam bentuk diskusi, seminar, sarasehan, tulis menulis di media masa berupa artikel, melakukan diskusi kecil-kecilan dengan teman baik ketika duduk-duduk sambil menunggu kuliah maupun ketika berbarengan di perpustakaan.

9. Prinsip Menghindari Gangguan
Siapa pun yang belajar sekali waktu pasti akan menemui gangguan. Hari ini kita dapat belajar dengan tenang. Besok mungkin kita tak dapat berkonsentrasi, disebabkan berbagai problem hidup yang tak dapat diatasi.
Gangguan adalah musuh utama dalam belajar. Tapi disadari atau tidak, gangguan itu datang tanpa diundang. Bentuk dan jenisnya bermacam-macam. Datangnya tidak hanya dari dalam diri kita sendiri, tetapi bisa juga dari luar diri sendiri. Gangguan itu ada yang ringan dan ada juga yang berat. Berbagai macam jenis dan bentuk gangguan ini dapat menyebabkan kita sulit dalam belajar. Sukar berkonsentrasi merupakan konsekuensi logis dari kesukaran menghindarkan diri dari berbagai gangguan. Oleh karena itu, belajar yang berhasil adalah kegiatan belajar yang sepi dari gangguan.


Prinsip Interaksi Guru dan Murid
Prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan di atas adalah prinsip-prinsip belajar mandiri yang berorientasi pada membaca berbagai literatur. Sedangkan prinsip-prinsip belajar dalam konteks interaksi antara guru dan anak didik dalam kegiatan belajar mengajar dapat diuraikan dengan mengemukakan pendapat Slameto (1991 29). Menurutnya prinsip-prinsip belajar adalah:
a. Dalam belajar setiap anak didik harus diusahakan untuk berpartisipasi aktif, meningkatkan minat dan dibimbing untuk mencapai tujuan instruksional.
b. Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga anak didik mudah menangkap pengertiannya.
c. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement (penguatan) dan motivasi yang kuat pada anak didik untuk mencapai tujuan instruksional.
d. Belajar itu proses kontinu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya.
e. Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi, dan discovery.
f. Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.
g. Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga anak didik dapat belajar dengan tenang.
h. Belajar memerlukan lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif.
i. Belajar memerlukan adanya interaksi antara anak didik dengan lingkungannya.
j. Belajar adalah proses kontiyuitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain), sehingga dapatkan pengertian yang diharapkan.
k. Dalam proses belajar diperlukan pengulangan (repetisi) berkali-kali agar pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada anak didik.


D. Guru Sebagai Pribadi Kunci
Secara keseluruhan guru adalah figur yang menarik perhatian semua orang. Apa pun istilah yang dikedepankan tentang figur guru, yang pasti semua itu merupakan penghargaan yang diberikan terhadap jasa guru yang banyak mendidik umat manusia dari dulu hingga sekarang. Masyarakat melihat figur guru sebagai manusia serba bisa tanpa cela dan nista. Mereka melihat guru sebagai figur yang kharismatik. Kemuliaan seorang guru tercermin dari kepribadian sebagai manifestasi dart sikap dan perilaku dari kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, sedikit cela dan nista dari pribadi guru, maka masyarakat akan mencaci makinya habis-habisan dan hilanglah wibawa guru itu.
Di sekolah, figur guru inerupakan pribadi kunci. Gurulah panutan utama bagi anak didik. Semua sikap dan perilaku guru akin dilihat, didengar, dan ditiru oleh anak didik. Ucapan guru dalarn bentuk perintah dan larangan harus dituruti oleh anak didik. Sikap dan perilaku anak didik berada dalarn lingkaran tata tertib dan peraturan sekolah. Guru mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk mendidikkan anak didik. Guru mempunyai hak otoritas untuk membimbing dan mengarahkan anak didik agar menjadi mmanusia yang berilmu pengetahuan di masa depan. Tidak ada sedikit pun tersirat di dalam benak guru untuk mencelakakan anak didik dan membelokkan perilakunya ke arah jalan yang tidak baik.
Sebagai pribadi yang selalu digugu dan ditiru, tidaklah berlebihan bila anak didik selalu mengharapkan figur guru yang senantiasa memperhatikan kepentingan mereka. Figur guru yang selalu memperhatikan kepentingan anak didik biasanya mendapatkan ekstra perhatian dari anak didik. Anak didik senang dengan sikap dan perilaku yang baik yang diperlihatkan oleh guru. Seperti dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah (1994: 61), Frend W, Hart telah melakukan penelitian terhadap 3.725 orang anak didik di Amerika Serikat. Dari hasil penelitiannya itu, dia menyimpulkan dengan mengemukakan sepuluh sikap yang baik dan disenangi anak didik sebagai berikut.
1. Suka menolong pekerjaan sekolah dan menerangkan pelajarandengan jelas dan mendalam serta menggunakan contoh-contoh yang balk dalarn mengajar.
2. Periang dan gembira, memiliki perasaan humor dan suka menerima lelucon atas dirinya.
3. Bersikap bersahabat, merasa sebagai seorang anggota dalam kelompok kelas.
4. Menaruh perhatian dan memahami anak didiknya.
5. Berusaha agar pekerjaan menarik, dapat membangkitkan keinginan¬ keinginan bekerja sama dengan anak didik.
6. Tegas, sanggup menguasai kelas dan dapat membangkitkan rasa hormat pada anak didik.
7. Tidak ada yang lebih disenangi, tak pilih kasih, dan tak ada anak emas atau anak tiri.
8. Tidak sutra mengomel, mencela, dan sarkastis.
9. Anak didik benar-benar merasakan bahwa is mendapatkan sesuatu dari guru.
10. Mempunyai pribadi yang dapat diambil contoh dari pihak anak didik dan masyarakat lingkungannya.
Diakui memang ada juga guru yang tidak disukai oleh anak didik di sekolah. Guru yang tidak disenangi oleh anak didik itu disebabkan budi pekerti guru dalam pandangan anak didik tidak baik. Dari waktu ke waktu guru juga tidak terlepas dari pengamatan anak didik. Paling sedikit setahun, guru dan anak didik hidup bersama¬sama dan dalam rentangan waktu bukan tak mungkin semua sikap dan perilaku guru terlepas dari pengamatan anak didik. Dalam pertemuan pertama sekolah pun anak didik sudah mulai menilai siapa guru itu sebenarnya. Karena anak didik mernpunyai pandangan tersendiri terhadap guru-guru yang akan.mengajar dan mendidiknya. Ada beberapa sifat-sifat guru yang tidak disukai oleh anak didik sebagai berikut.
1. Guru yang sangat sering marah-marah, suka merepek, tak pernah tersenyum, suka menghina, sarkastis, lekas mengamuk.
2. Guru yang tidak suka membantu dalarn pekerjaan sekolah, tidak menerangkan pelajaran dan tugas-tugas dengan jelas.
3. Guru yang tidak adil, mempunyai anak-anak kesayangan, membenci anak-anak tertentu.
4. Guru yang tinggi hati, menganggap dirinya lebih dari orang lain, ingin berkuasa dan menunjukkan kelebihannya, tidak mengenal anak didik di luar sekolah.
5. Guru yang berhati busuk tak karuan, tak toleran, bertabiat kasar, terlampau keras dan kaku, menyusahkan hidup anak di dalam kelas.
6. Guru yang tidak adil dalam memberi angka, dalam ulangan dan ujian.
7. Guru yang tidak mengacuhkan perasaan anak didik, membentak¬bentak anak didik di depan anak-anak lain, anak-anak takut dan tak senang.
8. Guru yang tak menaruh minat terhadap anak-anak dan tidak memahami mereka.
9. Guru yang memberi tugas dan pekerjaan rumah yang bukan¬bukan.
10. Guru yang tak dapat menjaga ketertiban di kelas, tak dapat mengendalikan kelas, tidak menimbulkan respek dari anak didik.
Dari uraian di atas jelas bahwa yang dikehendaki oleh anak didik bukan hanya kecakapan guru mengajar di kelas, melainkan yang lebih penting adalah kepribadian guru. Kepribadian guru itulah yang turut menentukan apakah belajar di kelas merupakan suatu B penderitaan atau kebahagiaan bagi anak didik.

E. Guru Sebagai Pengajar dan Pendidik
Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Unsur manusiawi lainnya adalah anak didik. Guru dan anak didik berada dalam suatu relasi kejiwaan. Keduanya berada dalam proses interaksi edukatif dengan tugas dan peranan yang berbeda. Guru yang mengajar dan mendidik dan anak didik yang belajar dengan menerima bahan pelajaran dari guru di kelas. Guru dan anak didik berada dalam koridor kebaikan. Oleh karena itu, walaupun mereka berlainan secara fisik dan mental, tetapi mereka tetap seiring dan setujuan untuk mencapai kebaikan akhlak, kebaikan moral, kebaikan hukum, kebaikan sosial, dan sebagainya.
Semua norma tersebut di atas tidak akan pernah dimiliki oleh anak didik bila guru tidak mentranspromasikannya dengan kegiatan belajar mengajar. Mengajar adalah tugas guru untuk menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik. Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar. Karenanya Witherington (1986: 1135) mengatakan bahwa teacher's activity is to stimulate learning activity. Teaching is not a routine process. It is original, inventive, creative. Mengajar adalah transfer of knowledge kepada anak didik. Mengajar selalu berlangsung dalam suatu kondisi yang disengaja untuk diciptakan untuk mengantarkan anak didik ke arah kemajuan dan kebaikan.
Tetapi perlu diketahui bahwa mengajar tidak sama dengan mendidik. Mengajar hanya sebatas menuangkan sejumlah bahan pelajaran kepada anak didik di kelas atau di ruangan tertentu. Sedangkan mendidik adalah suatu usaha yang disengaja untuk membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif-kreatif dan mandiri. Karena itulah mendidik lebih dekat dengan transfer of values. Ruang lingkup kegiatan mendidik lebih luas dari areal kegiatan mengajar. Walaupun begitu, baik mengajar ataupun mendidik, keduanya adalah tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional.
Sampai kapanpun anak didik selalu menghajatkan kehadiran guru untuk mendidik dan mengajarnya. Guru adalah spiritual father bagi anak didik. Kemuliaan guru akan tercermin dalam kebaikan perilaku anak didik. Kebaikan hati anak didik adalah sebagai manifestasi dari kebaikan pengajaran dan pendidikan yang diberikan oleh guru. Sekolah sebagai panti rehabilitasi anak merupakan laboratorium keilmuan bagi guru dalam mengajar dan membelajarkan anak didik dalam perspektif keilmuan. Di tempat ini anak didik belajar bebas terpimpin, aktif, kreatif, dan mandiri, di bawah bimbingan dan pengawasan yang mulia dari guru.

F. Prinsip Mengajar Sebagai Pijakan Guru
Mengajar bukan tugas yang ringan bagi guru. Konsekuensi tanggung. jawab guru juga berat. Di kelas, guru akan berhadapan dengan sekelompok anak didik dengan segala persamaan dan perbedaannya. Sikap dan perilaku anak didik bervariasi dengan indikator pendiarn, suka bicara, suka menggangu, aktif belajar, gemar menggambar, gemar menulis. malas, clan sebagainya. Sehagai anak didik mereka masih memerlukan bimbingan dan pembinaan dan guru supaya menjadi anak yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri serta bertanggung jawab atas perbuatannya.
Karena tugas guru yang berat itu, maka mereka yang berprofesi sebagai guru harus memiliki dan menguasai prinsip-prinsip mengajar dan selalu aktif-kreatif menerapkannya dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan begitu tidak ada kesan mengajar asal-asalan. Mengerti atau tidak anak didik, yang penting gugur kewajiban mengajar di kelas.
Diakui sampai saat ini para ahli berbeda pendapat dalam mengemukakan prinsip-prinsip mengajar. Kalaupun ada persamaan, tetapi hanya sedikit dengan penekanan pada unsur tertentu. Berikut ini akan dikemukakan pendapat Slameto dan R. Ibrahim dalam merumuskan prinsip-prinsip mengajar. Menurut Slameto (1991: 36) ada sepuluh prinsip mengajar yang harus dikuasai oleh guru, sebagai berikut.
1. Prinsip Perhatian
Perhatian anak didik sangat diperlukan dalam menerima bahan pelajaran dari guru. Guru pun akan sia-sia mengajar bila anak didik tidak memperhatikan penjelasan guru. Hanya keributan kalau yang terjadi di sana sini. Guru menerangkan bahan pelajaran perhatian anak didik ke arah lain. Atau anak didik dengan kegiatan mereka masing-masing.
Hal-hal di atas itu tidak harus terjadi di kelas, guru harus mengambil tindakan untuk menenangkan suasana kelas sehingga terjadi interaksi yang kondusif antara guru dan anak didik. Salah satu usaha untuk memancing perhatian anak didik adalah dengan menggunakan media yang merangsang anak didik untuk berpikir, cara lainnya adalah menghubungkan yang akan dijelaskan itu dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh anak didik (bahan apersepsi).
2. Prinsip Aktivitas
Dalam proses belajar mengajar, aktivitas anak didik yang diharapkan tidak hanya aspek fisik, melainkan juga aspek mental. Anak didik bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas, berdiskusi, menulis, membaca, membuat grafik, dan mencatat hal¬hal penting dari penjelasan guru, merupakan sejumlah aktivitas anak didik yang aktif secara mental maupun fisik. Di sini aktivitas anak didik lebih banyak daripada aktivitas guru. Guru hanya pembimbing dan sebagai fasilitator dari aktivitas belajar anak didik di kelas.
3. Prinsip Apersepsi
Apersepsi adalah artinya menghubungkan antara apa yang sudah diketahui siswa dengan hal baru yang akan dibelajarkan. Prinsip ini bukan hanya dapat membantu anak didik untuk melakukan asosiasi, tetapi juga dapat mengadakan reproduksi terhadap pengalaman belajar. Sebab dengan prinsip ini, guru berusaha membantu anak didik dengan cara menghubungkan pelajaran yang sedang diberikan dengan pengetahuan yang telah dipunyai oleh anak didik. Proses pengolahan kesan lebih mudah dan cepat. Pengertian yang didapatkan anak didik pun tidak berkotak-kotak, seolah-olah terpisah satu sama lain.
4. Prinsip Peragaan
Dalam menyampaikan bahan pelajaran, terkadang kata-kata atau kalimat guru kurang mampu mewakili sesuatu objek yang diberikan itu. Sehingga mengabdrkan pengertian tentang objek yang disampaikan. Apalagi objek yang disampaikan itu tak pernah dikenal oleh anak didik. Kesalahan pengertian cenderung terjadi oleh anak didik. Oleh karena itu, untuk mengatasi kesulitan tersebut, guru perlu menghadirkan benda-benda yang ash (kalau bisa) atau menunjukkan model, gambar, benda tiruan, atau menggunakan media lainnya seperti radio, tape recorder, televisi, dan sebagainya. Dengan penjelasan yang mendekati realistik ditambah menghadirkan bendanya, maka guru membantu anak didik membentuk pengertian di dalam jiwanya terhadap suatu objek. Dengan cara ini guru, dapat lebih menggairahkan belajar anak didik dalam waktu yang relatif lama.
5. Prinsip Repetisi
Adalah suatu anggapan yang keliru bila guru beranggapan bahwa semua anak didik mudah menerima pelajaran yang diberikan di kelas. Sifat bahan pelajaran itu bermacam-macam, sehingga memerlukan strategi yang berbeda dalam penyampaian. Sifat bahan pelajaran itu bermacam-macam, sehingga memerlukan strategi yang berbeda dalam penyampaiannya. Sifat bahan pelajaran yang mudah, sedang atau sukar memerlukan tnnggapan anak didik dengan tingkat pengertian yang bervariasi. Oleh karena itulah, tingkat penguasaan anak didik bervariasi.
Salah satu usaha untuk membantu anak didik agar mudah menerima dan mengerti terhadap bahan pelajaran yang diberikan adalah dengan cara pengulangan (repetisi) terhadap kunci dengan cara diulang-ulang, sehingga membantu anak didik menyerap bahan pelajaran dengan mudah. Pengertian pun semakin lama semakin 'alas di dalam otak anak didik. Tahan lama dan tidak mudah terlupakan.
6. Prinsip Korelasi
Setiap mata pelajaran itu sebenarnya hanya berbeda dalam penamaan. Dalam aplikasinya sering kait mengait. Guru yang menjelaskan suatu bahan pelajaran tidak bisa begitu saja mengabaikan penguasaan wawasan mata pelajaran lain dalam penjelasannya itu. Menjelaskan suatu topik dalam ilmu jiwa belajar, misalnya, guru pasti memanfaatkan wawasan keilmuannya di bidang psikologi perkembangan, ilmu jiwa pendidikan, dan ilmu pendidikan. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran yang dijelaskan. Bila prinsip apersepsi bertumpu pada hubungan antara hal dalam ruang lingkup mata pelajaran itu sendiri, sedangkan prinsip korelasi berusaha menghubungkan antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain. Tetapi kedua-duanya sama-sama membantu meningkatkan pengertian anak didik terhadap suatu bahan pelajaran yang diberikan oleh guru.
7. Prinsip Konsentrasi
Dalam menyampaikan bahan pelajaran, guru harus mengkonsentrasikannya pada pokok bahasan tertentu. Jangan membicarakan pokok bahasan yang lain, yang tidak ada hubungannya dengan pokok bahasan yang sedang diberikan kepada anak didik. Kekacauan pokok bahasan yang diberikan akan mengaburkan pengertian anak didik terhadap bahan yang diterima. Anak didik bingung memilih ucapan guru, karena tidak berfokus pada masalah tertentu. Oleh karena itu, pokok bahasan harus terfokus pada masalah tertentu, sehingga anak didik mudah menyerap bahan pelajaran yang diberikan.

8. Prinsip Sosialisasi
Anak didik adalah sekelompok makhluk yang dikatakan homo socius, sejenis makhluk yang cenderung untuk hidup dalam kelompok. Kesendirian dalam pengasingan merupakan penderitaan bagi anak. Diasingkan oleh kawan adalah pukulan batin yang menyedihkan bagi anak. Oleh karena itulah, sebagian besar hidup anak dihabiskan dalam. kehidupan sosial masyarakat, hidup borsama dalam interaksi sosial.
Karena di dalam kelas terdapat sekelompok anak didik dengan strata sosial yang bervariasi, maka oleh Oscar A. Oeser (1966: 50) dikatakan bahwa the classroom as a social group. The classroom as a field of social interanctions. DI sini anak didik tidak hidup sendirian, tetapi hidup bersama-sama dalam interaksi sosial. Kondisi kelas seperti ini harus guru pahami, sehingga tidak memaksakan kehendak agar anak didik dipaksa belajar seorang diri terus menerus. Suatu ketika guru perlu juga mengelompokkan anak didik ke dalam beberapa kelompok belajar, sehingga mereka dapat bekerja sama, saling menolong, bergotong royong dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Belajar dalam kebersamaan dapat meningkatkan gairah belajar anak didik di kelas.
9. Prinsip Individualisasi
Meski anak didik hidup dalam sistem sosial, tapi anak didik tetap mempunyai karakteristik tersendiri. Itulah sebabnya setiap anak didik mempunyai perbedaan yang khas seperti perbedaan inteligensi, hobi, bakat, dan minat, perilaku, watak, dan gaya belajar. Latar belakang kebudayaan, tingkat sosial ekonomi dan kehidupan rumah tangga orang tua ikut andil melahirkan perbedaan anak didik secara individual.
Perbedaan anak didik di atas perlu guru pahami demi kepentingan pengaiaran. Paling tidak bagaimana guru merencanakan program pengajaran demi kepentingan perbedaan individual anak didik. Memaharni anak didik sebagai individu dengan segala kekurangan dan kelebihannya merupakan tugas guru yang tidak bisa ditawar¬tawar dalam kerangka ketuntasan belajar (mastery learning) bagi anak didik. Daya serap anak didik yang tidak sama merupakan titik rawan yang hanya dapat dipecahkan dengan pemberian waktu yang bervariasi dalam belajar. Itulah pentingnya penerapan prinsip individualisasi bagi guru.
10. Prinsip Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian dari kegiatan guru yang tidak bisa diabaikan. Sebab evaluasi dapat memberikan petunjuk sampai di mana keberhasilan kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Dengan evaluasi dapat diketahui keberhasilan produk dan keberhasilan proses. Agar pelaksanaannya tidak bias, guru hares memiliki pengertian yang jelas rnengenai evaluasi, tahu apa tujuan evaluasi, kegunaannya untuk apa, dan tidak buta terhadap fungsi evaluasi, bentuk maupun prosedur evaluasi.
Evaluasi tidak sekadar dilaksanakan, sehingga pembuatan item soal yang terkesan asal-asalan. Evaluasi diharapkan dapat memberikan data yang akurat, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan memprogramkan kegiatan belajar mengajar lebih baik. Hasil evaluasi dalam bentuk laporan yang tertera dalam buku rapor dapat memberikan motivasi kepada anak didik dalam belajar.

R. Ibrahim dan Nana Syaodah. mengemukakan lima macam prinsip-prinsip belajar mengajar, sebagai berikut.
1. Prinsip Perkembangan
Di sekolah setiap anak didik mengalami proses perkembangann yang terus menerus. Dalam pro.ses perkembangan itu, kemampuan anak didik berbeda-beda, disebabkal) perbedaan usia dan tingkat kelas. Anak didik dengan usia dan tingkat kelas yang lebih tinggi tentu memiliki kemampuan yang Iebih tinggi dari anak didik di bawahnya. Ini adalah kenyataan yang tidak dapat disangkal oleh guru. Oleh karena itu, program pengajaran yang akan direncanakan oleh guru harus disesuaikan dengan tingkat usia dan jenjang kelas anak didik. Pemilihan bahan dan metode mengajar tidak bisa sembarangan. Penggunaan bahasa pengartar hares disesuaikan dengan perkembangan bahasa anak didik. Sehingga anak didik dapat dengan mudah mengerti bahan pelajaran yang diberikan.
2. Prinsip Perbedaan Individu
Seorang guru yang menghadapi empat puluh orang anak didik di kelas, sebenarnya bukan hanya menghadapi ciri-ciri sate kolas anak didik, tetapi juga menghadapi empat puluh perangkat ciri¬ciri anak didik. Tiap orang anak didik memiliki pcmbawaaan¬pembawaan yang berbeda, dan menerima pengaruh dan perlakuan dari keluarganya yang masing-masing juga berbeda. Dengan demikian adalah wajar apabila setiap anak didik memiliki ciri-ciri tersendiri. Ada anak didik yang badannya tinggi kurus, sedang atau rendah, berbakat dalam beberapa mata pelajaran, tetapi kurang berbakat dalam mata pelajaran tertentu, tabah dan ulet atau mudah putus asa, periang atau pemurung, bersemangat atau acuh tak acuh, dan sebagainya.
3. Prinsip Minat dan Kebutuhan Anak
Setiap anak didik mempunyai minat dan kebutuhan sendiri¬sendiri. Anak di kota berbeda minat dan kebutuhannya dengan anak di desa, di daerah pantai berbeda dengan di pegunungan, anak yang akan bersekolah sampai perguruan tinggi berbeda dengan anak yang akan bekerja setelah tamat SLTA. Bahan ajaran dan cara penyampaian sedapat mungkin disesuaikan dengan minat dan kebutuhan tersebut. Walaupun hampir tidak mungkin menyesuaikan pengajaran dengan minat dan kebutuhan setiap anak didik, sedapat mungkin perbedaan¬perbedaan minat dan kebutuhan tersebut dapat dipenuhi. Pengajaran perlu memperhatikan minat dan kebutuhan, sebab keduanya akan menjadi penyebab tumbuhnya perhatian. Sesuatu yang menarik minat dan dibutuhkan anak, anak menarik perhatiannya, dengan demikian mereka akan sungguh-sungguh dalam, belajar.
4. Prinsip Aktivitas Anak Didik
Mengajar merupakan upaya yang dilakukan oleh guru supaya anak didik belaiar. Dalam pengajaran, anak didiklah yang menjadi subjek. Dialah yang belajar dengan melakukan kegiatan belajar. Agar anak didik berperan sebagai pelaku dalarn kegiatan belajar, maka guru hendaknya merencanakan pengajaran, yang menuntut anak didik banyak melakukan aktivitas belajar. Hal ini tidak berarti anak didik dibebani banyak tugas. Aktivitas atau tugas-tugas yang dikerjakan anak didik hendaknya menarik minat anak didik, dibutuhkan dalam perkembangannya, serta bermanfaat bagi masa depannya. Metode¬metode yang banyak mengaktifkan anak didik di antaranya adalah metode eksperimen, demonstrasi, pemecahan masalah, diskusi, diskaveri, inkuiri, dan penugasan.
5. Prinsip Motivasi
Belajar memerlukan motivasi. Motivasi merupakan suatu kekuatan yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan, termasuk belajar. Anak didik yang giat belajar karena didorong untuk mendapatkan nilai van- tinggi. Karena terdorong untuk mendapatkan nilai yang tinggi itulah anak didik rajin belajar. Keinginan untuk mendapatkan nilai yang tinggi merupakan kebutuhan yang harus anak didik penuhi. Oleh karena itulah diyakini bahwa motivasi dan kebutuhan mempunyai hubungan dalam belajar. Tidak dapat disangkal bahwa kebutuhan setiap anak didik bermacam-¬macam dan berpotensi melahirkan motivasi yang bervariasi dalam belajar. Sehingga tak heran di kelas ada anak didik tertentu senang dengan mata pelajaran tertentu dan kurang senang dengan mata pelajaran yang lain.
Aneka macam motivasi anak didik dalam belajar ini perlu guru manfaatkan sebaik-baiknya dalam pengajaran. Dengan cara melayani kebutuhan setiap anak didik, guru dapat membangkitkan motivasi anak didik dalam belajar. Pastikan bahwa dengan usaha itu, tidak ada lagi anak didik yang tidak aktif belajar. Motivasi intrinsik merupakan pendorong utama dalam belajar setiap anak didik, sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan pendorong pelengkap dari luar diri anak didik dalam belajar.